Skip to main content

Posts

Showing posts with the label HUKUM

Makalah Karakteristik Hukum Islam - Filsafat Hukum Islam

Dalam hukum Islam memiliki karakteristik yang menarik dan dapat mudah terlihat dengan adanya beberapa konsep yang berpasang-pasangan misalnya zahir dan batin, akal dan wahyu, moral dan legal, dan masih banyak lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Islam memiliki sumber utama, berupa wahyu dari Allah, yang membedakannya dengan sistem perundang-undangan lainnya yang semata-mata mengandalkan hasil ciptaan manusia. Selain itu hukum Islam juga tidak bisa dipisahkan dari tujuan diturunkan-Nya agama Islam itu sendiri untuk menjaga kemaslahatan bagi kehidupan manusia dalam rangka mengangkat martabat kemanusiaan itu sendiri. Hukum Islam atau Syari’ah adalah sistem ketuhanan yang dinobatkan untukmenuntun umat manusia menuju ke jalan damai di dunia ini dan bahagia di hari kiamat. Urusan dunia ini oleh Penentu hukum dipandang dari kerangka kepentingan Dunia lain, yang lebih baik dan abadi. Ini menandai perbedaan Hukum Islam dari hukum manusia yang membicarakan hany

Stability and change (stabilitas dan perubahan) dan Otoritarianism and Democracy (otoritas dan demokrasi)

Stability and change (stabilitas dan perubahan) dan Otoritarianism and Democracy (otoritas dan demokrasi) a. Stability and change(stabilitas dan perubahan) Menurut Coulson, antara syari’ah dan fiqh merupakan sesuatu yang berbeda. [1] Syari’ah adalah sebuah hukum ketuhanan, baik mengenai sumber ataupun dasar-dasarnya. Dan syari’ah lebih bersifat stabil dan tetap. Maka dalam masalah ini jika terjadi perubahan hukum sangat erat hubungannya dengan keadaan suatu tempat dan peristiwa hukum yang terjadi, seperti masalah fiqh yang selalu mengalami perubahan dalam melaksanakan ketetapan hukum selalu relative dengan konteksnya.  Aturan syari’ah adalah aturan yang bersifat mengatur hubungan antara manusia dengan Allah. Maka dari itu harus stabil, karena dasar syariat adalah bersumber dari wahyu Allah.Sedangkan untuk mendalami sebuah hukum Islam diperlukan kajian ilmu tersendiri yaitu fiqh sebagai bentuk penjabaran dan penafsiran dari syariah yang disesuaikan dengan konteks

Moral and legal (hukum dan moral) - Karakteristik Hukum Islam

Adanya hukum adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat, sedangkan agama adalah untuk mengontrol maasyarakat dan mengekangnya agar tidak menyimpang dari norma-norma etika yang yang ditentukannya.  a. Moral and legal (hukum dan moral) Seringkali agama dipahami hanya menyangkut masalah spiritual, sehingga muncul anggapan bahwa agama dan hukum tidak sejalan. Adanya hukum adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat, sedangkan agama adalah untuk mengontrol maasyarakat dan mengekangnya agar tidak menyimpang dari norma-norma etika yang yang ditentukannya. Agama menekankan moralitas, perbedaan antara benar dan salah, baik dan buruk, sedangkan hukum duniawi menfokuskan diri pada kesejahteraan material dan kurang jelas hubungannya dengan moralitas. Ruang lingkup hukum Islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia. Karena sumber, sifat dan tujuannya, hukum Islam secara ke

Makalah Bahasa Hukum - Legal Drafting

Bahasa Hukum adalah termasuk bahasa Indonesia yang tunduk kepada kaidah tata bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, maupun pengejaannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hukum pada dasarnya merupakan upaya untuk membangun tata hukum nasional yang berlandaskan kepada jiwa dan dan kepribadian bangsa. Dalam konkritisasinya pembangunan hukum berarti pembentukan kaidah-kaidah hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, untuk mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pembuatan peraturan perundang-undangan hendaknya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sedang membangun, mengarahkan dan mengantisipasi perubahan sosial guna mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu peraturan yang dibuat tersebut harus sesuai dengan aspirasi masyarakat sehingga dapat berlaku secara efektif. Salah satu unsur penting dalam penyusunan peraturan perundang-undangan adalah pe

Makalah Pembunuhan Mutilasi Terlengkap

Pembunuhan mutilasi adalah kejahatan yang dilakukan dengan tujuan menghilangkan nyawa orang lain dengan menggunakan alat, diamana alat yang digunakan dapat menyebabkan kematian dan di ikuti mutilasi, yaitu aksi yang menebabkan terpisahnya satu atau beberapa bagian tubuh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah adalah satu-satunya dzat yang memiliki hak atas kehidupan dankematian seseorang. Dialah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Tak seorangpun berhak menghilangkan nyawa orang lain, kecuali berdasarkan hak yang Allah tetapkan. Namun sayang sekali masih banyak orang yang tidak faham akan masalah tersebut. Sehingga begitu mudahnya bagi sebagian dar mereka menghilangkan nyawa orang lain.  Islam memandang tindakan pembunuhan sebagai perbuatan yang pantas mendapatkan hukuman yang stimpal. Sebab, akibat lebih jauh dari perbuatan tersebut tidak hanya merugikan si korban (Al-Majna’alaih) tapi juga terhadap masyarakat (Al-Mujtama’). Bahkan Allah menyata

PERTANGGUNGJAWABAN DAN SANKSI PIDANA TIPIKOR

PERTANGGUNGJAWABAN DAN SANKSI PIDANA TIPIKOR 1. Unsur Kesalahan Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, menurut Muladi (1985) sebagaiman di kutip Teguh Prasetyo (2010), yang dapat disamakan dengan pengertian “pertanggung jawaban dalam hukum pidana”, didalamnya terkandung makna dicelanya si pembuat atauu perbuatannya. Jadi, apabila dikatakan seorang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti dia dapat dicela atas perbuatannya. Kesalahan dalam arti bentuk-bentuk kesalahan dapa juga dikatakan kesalahan dalam arti yuridis, yang berupa: (1) kesengajaan (2) kealpaan. Dengan diterimanya pengertian kesalahan ( dalam arti luas ) sebagai dapat dcielanya si pembuat atas perbuatannya, maka berubahlah pengertian kesalahan yang psikologis menjadi pengertian kesalahan yang normatif. Pengertian kesalahan yang psikologis, kesalahan hanya dipandang sebagai hubungan batin antara pembuat dan perbuatannya. Hubungan batin tersebut bisa berupa kesengajaan dan kealpaan. P

Jenis Pelanggaran Pegawai Pencatat Nikah

Jenis Pelanggaran Pegawai Pencatat Nikah Pegawai Pencatat Nikah bila terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum perkawinan akan dijatuhkan sanksi dalam bentuk kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 7.500, 00 (tujuh ribu lima ratus rupiah). Sanksi hukum dalam hukum perkawinan, baik berupa kurungan atau denda ditentukan oleh pilihan hakim. Pelanggaran hukum perkawinan dimaksud, akan di kemukakan dalam pasal-pasal sebagai berikut.[1] Pasal 6 PP Tahun 1975 1) Pegawai pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah di penuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang. 2) Selain penelitian terhadap hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pegawai pencatat meneliti pula : a. Kutipan Akta Kelahiran atau Surat Kenal Lahir calon mempelai dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai, dapat dipergunakan surat keterang

Kategori Tindak Pidana dalam Hukum Perkawinan

Kategori Tindak Pidana dalam Hukum Perkawinan Kategori tindak pidana dalam hukum perkawinan di sebut jarimah ta’zir dalam hukum fiqih. Ta’zir adalah pelanggaran yang tidak ditentukan hukumnya secara rinci di dalam Al’Qur’an dan hadits, melainkan hakim yang memutuskan berdasarkan nilai-nilai hukum yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukumnya bisa berbeda pada setiap tempat berdasarkan situasi dan kondisi kemaslahatan dalam masyarakat. Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa hukuman ta’zir dalam bentuk hukum Islam berfungsi untuk mendidik pelaku agar tidak melakukan pelanggaran lagi. Sedangkan dalam KUHP sanksi pidana dalam perkawinan diatur dalam Bab XIII KEJAHATAN TERHADAP ASAL-USUL DAN PERKAWINAN. Pasal 279  (1) Dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun: 1e. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinanya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu. 2e. Barangsiapa mengadakan perkawinan

Pengucapan Putusan

Pengucapan Putusan Sidang pengucapan putusan pada hakikatnya adalah sidang pleno, namun berbeda dengan sidang pleno pemeriksaan persidangan. Dalam sidang pleno pengucapan putusan agendanya adalah hanya pembacaan putusan atau ketetapan MK untuk suatu perkara yang telah diperiksa dan diadili. Putusan biasanya dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim konstitusi, diawali oleh ketua sidang, dilanjutkan oleh hakim konstitusi yang lain, dan pada bagian kesimpulan, amar putusan dan penutup dibacakan oleh ketua sidang lagi. Setiap hakim konstitusi akan mendapatkan bagian tertentu dari putusan untuk dibacakan secara berurutan, kecuali hakim konstitusi yang dalam posisi mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) atau alasan yang berbeda (concurring opinion). Hakim yang mengajukan dissenting opinion atau concurring opinion membacakan pendapatnya atau alasannya sendiri setelah ketua sidang membacakan amar putusan.  Sidang pleno pengucapan putusan harus dilakukan secara te

Rapat Permusyawaratan Hakim

Rapat Permusyawaratan Hakim Di dalam UU No. 24 Tahun 2003 hanya terdapat satu ketentuan yang terkait dengan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 menyatakan bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Tidak terdapat penjelasan yang dimaksud dengan RPH tersebut. Ketentuan tentang RPH juga tidak diatur dalam PMK RPH merupakan salah satu jenis dari sidang pleno, yang sifatnya tertutup. RPH yang membahas perkara bersifat rahasia yang hanya diikuti oleh para hakim konstitusi, panitera, dan panitera pengganti. Di dalam RPH ini dibahas perkembangan suatu perkara, putusan, serta ketetapan yang terkait dengan suatu perkara. Khusus untuk RPH pengambilan putusan perkara, diatur dalam Pasal 45 ayat (4) sampai dengan ayat (10) UU No. 24 Tahun 2003 dan akan dibahas pada bagian putusan dalam bab ini.

Pengertian dan Tahapan Pemeriksaan Persidangan

Pengertian Pemeriksaan Persidangan Pemeriksaan persidangan adalah jenis persidangan yang dilakukan untuk memeriksa permohonan, alat bukti, keterangan termohon (jika ada), keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan pihak terkait. Untuk kepentingan pemeriksaan persidangan, hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan. Lembaga negara dimaksud wajib memberi keterangan yang diminta dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Pemeriksaan persidangan pada prinsipnya dilakukan oleh pleno hakim konstitusi, kecuali untuk perkara tertentu berdasarkan keputusan Ketua MK dapat dilakukan oleh panel hakim. Sidang pemeriksaan persidangan dilakukan secara terbuka, kecuali ditentukan lain oleh majelis hakim Tahapan pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut: a. Penyampaian pokok-pokok permohonan secara lisan. b. Penyampaian pokok

MAKALAH SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PERKAWINAN

MAKALAH SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PERKAWINAN A. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan jalan untuk membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah. Dalam islam perkawinan tidak hanya sekedar hubungan antara individu laki-laki dan individu perempuan yang akan menjadi suami-isteri tetapi melibatkan individu bahkan individu-individu lain yang dibingkai oleh rukun dan syarat perkawinan, apalagi bila dikaitkan dengan hukum-hukum perkawinan dan tujuannya menurut Islam. Dengan kata lain, perkawinan menurut Islam bernilai ibadah yang memandang perkawinan sebagai hubungan keperdataan. Dalam perkawinan juga tidak hanya muncul persoalan perdata saja, terkadang dalam perkawinan juga akan menimbulkan masalah yang menyangkut kepidanaan, seperti kalau misalnya seorang suami yang sudah beristri hendak menikah lagi, maka ia harus meminta ijin tertulis dari pengadilan setempat dan ijin dari istrinya, hal ini perlu diatur sebagaimana dalam Pasal 28D Pasal ayat (1) UUD 1

Unsur-unsur tindak pidana dalam perkawinan

Unsur-unsur tindak pidana dalam perkawinan Unsur-unsur tindak pidana perkawinan yang harus dipenuhi untuk terjadinya sebuah tindakan pidana dalam perkawinan hendaknya ditentukan terlebih dahulu supaya tidak semua perkawinan yang tidak dicatat dapat dikenakan hukuman. Oleh karena itu ditetapkanlah unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: Perkawinan sengaja disembunyikan agar tidak diketahui oleh orang lain dan/atau oleh orang tertentu di wilayah tertentu dan/atau lingkungan tertentu dan/atau masyarakat pada umumnya. Perkawinan yang disembunyikan tersebut menyebabkan dan/atau mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan lahir dan batin bagi suami/istri dan anak-anak yang dibuahkan dari perkawinan yang sah, baik pada perkawinan monogamy maupun poligami. Jenis delik harus berupa jenis delik aduan Orang yang berhak melakukan pengaduan kepada pihak yang berwenang adalah: Istri, Suami, Anak-anak yang lahir dari hasil perkawinan tersebut, Anggota keluarga sedarah lainya, a

Jenis-jenis pelanggaran dalam perkawinan

Jenis-jenis pelanggaran dalam perkawinan Jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut , akan dikemukakan sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal sebagai berikut. Jenis Pelanggaran Calon Mempelai Calon mempelai yang diketahui dan terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 3, 10, dan 40 akan diancam pidana denda setinggi-tingginya Rp 7.500, 00 (tujuh ribu lima ratus rupiah). Hal ini dapat dilihat pada pasal-pasal berikut. Pasal 3 PP Nomor 9 Tahun 1975 Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan Pengecualian dalam jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh camat atas nama Bupati Kepala Daerah. Penekanan pasal tersebut adalah tenggang waktu pemberitahuan kehendak untuk melakukan pernikahan yaitu sekurang kurangnya 10

Peranan Pegawai Pencatat Perkawinan

Peranan PegawaiPencatat Perkawinan Perkawinan sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974 sifatnya sekuler, penguasa memandangnya lepas dari agama, karena itu sahnya hanya apabila sah menurut perundang-undangan negara dan karena sifatnya sekuler, dulu peranan Pegawai Catatan Sipil bagi yang Kristen adalah peneguh perkawinan, artinya dialah yang menentukan sahnya suatu perkawinan. Tanpa dia, perkawinan pada asasnya tidak ada : soal apakah kemudian diadakan upacara menurut agama atau tidak, tidak di hiraukan. Pasal 530 KUHP bahkan mengancamkan pidana bagi petugas agama yang melangsungkan acara perkawinan sebelum dinyatakan kepadanya bahwa telah dilangsungkan lebih dulu upacara perkawinan di Catatan Sipil. Pasal 530  (1) Seorang petugas agama yang melakukan upacara perkawinan, yang hanya dapat dilangsungkan di hadapan pejabat Catatan Sipil, sebelum dinyatakan padanya bahwa pelangsungan di muka pejabat itu sudah di lakukan, di ancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu