Dampak Isi Pesan Media Massa
Televisi adalah media yang potensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual TV mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV, setelah 3 jam kemudian dan 65 % setelah 3 hari kemudian. (Dwyer)
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat, terutama pada anak-anak. Menurut Skomis, dibanding-kan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa
ABSTRAK
Usaha untuk meningkatkan minat baca melalui media televisi adalah usaha yang sangat terpuji, karena selama ini televisi sering dianggap sebagai salah satu "kambing hitam" yang menurunkan minat baca. Biasanya jika ingin meningkatkan minat baca melalui media televisi dikaitkan dengan media cetak tertentu. Ada baiknya memanfaatkan fungsi komunikasi massa serta mempertimbangkan dampak isi pesan media massa, agar memperoleh hasil yang diinginkan. Tanpa melakukan strategi yang tepat untuk meningkatkan minat baca, bagaikan kampanye pemilu tanpa melakukan "political marketing", yang hanya berupa arak-arakan tidak bermakna.
PENDAHULUAN
Sambil menghilangkan rasa jenuh karena lalulintas yang macet, iseng-iseng membaca koran yang ada dikursi sebelah sopir taksi, sebuah surat kabar ibukota dengan segment pasar kalangan menengah ke bawah, yang tampaknya baru habis dibaca Pak Sopir. Pada halaman pertama terpampang tulisan yang mencolok, "Seorang Remaja memperkosa gadis di bawah umur". Wah lagi-lagi ulah remaja (Habis, jika yang tua "berulah" didiamkan saja). Walau berita-berita semacam ini bukan berita yang aneh di Ibukota, karena masih banyak berita-berita yang seram, seperti kasus "Robot Gedhek" yang memotong-motong tubuh korban setelah melakukan penyimpangan seksual, ataupun kasus perampokan yang disertai pembunuhan, terhadap perempuan aktivis LSM, yang sempat menjadi komoditas politik.
Tapi untuk menghilangkan kejenuhan di tengah hiruk pikuk lalu lintas ibukota, boleh juga kita baca. Dalam berita itu tersebutlah kisah seorang remaja putus sekolah berusia 15 tahun, tinggal di sebuah daerah kumuh Jakarta, membujuk gadis ingusan tetangganya dan seterusnya. Dari berita tersebut, ada satu hal yang menarik, untuk disimak, yaitu alasan remaja pemerkosa yang mengatakan ia melakukan perbuatan tercela tersebut karena sering menonton tayangan televisi yang sering mengumbar serta mempertontonkan hal-hal yang mungkin tidak atau belum patut ditonton remaja seusia dia yang masih dalam proses mencari-cari, bahkan mungkin "meraba-raba" untuk mencari identitas diri, tanpa ada bimbingan yang memadai dari orang tuanya. Lagi-lagi tayangan televisi yang menjadi kambing hitam. (Padahal pada era reformasi sekarang, sudah jarang lho kambing hitam. Kalau tidak percaya boleh cek di pasa Tanah Abang, yang rata-rata kambingnya berwarna putih atau coklat, tapi yang bergincu. Jangan dilihat lho !!.
Masih di halaman yang sama, ada berita tentang pemilu yang jurdil (mudah-mudahan kita menjadi pemilih yang mujur, karena memilih tidak ditakut-takuti bedil, sehingga bisa menyalurkan aspirasi secara tepat). Tidak ketinggalan pula berita tentang Presiden Habibie yang menyatakan bahwa orang yang menuduh adanya "pro status quo" adalah orang yang tidak mengerti apa artinya "status quo". Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang dimaksud Presiden Habibie. Bosan membaca surat kabar tersebut (minat baca mulai menurun, mungkin karena membaca berita-berita politik) Coba-coba melakukan "komunikasi antar pribadi" dengan pak sopir melalui suatu pertanyaan pancingan, yaitu tentang partai pilihan dia dalam pemilu. Maka dari mulut sang sopir, meluncurlah kalimat-kalimat yang cukup cerdas, bagaikan ucapan pakar-pakar politik yang sering kita dengar dalam acara wawancara di layar kaca, lengkap dengan ulasan-ulasannya. Untuk strata sosial setingkat pak sopir, cukup mengangumkan, karena dia mengaku tamatan SLTP dan baru alih profesi dari pekerjaannya semula, sebagai buruh sebuah pabrik yang di PHK.
Istilah-istilah status quo, koalisi sampai "stembus akkord" bisa dikemukakan dengan katagori hampir tepat penggunaannya, (bagai seorang politikus yang sedang bicara dalam kampanye monologis), sekali lagi sungguh mengagumkan. Dari mana pak sopir mendapat kecerdasan seperti itu ? Mungkin salah satu jawabannya adalah dari media massa ! Ia selalu membaca surat kabar dan menonton tayangan-tayangan berita di layar televisi. Katanya ia tak suka menonton tayangan sinetron, karena alur ceritanya itu-itu saja. Mungkin cerita sinetron kita terjadi dinegeri "Antah barantah, tidak menggam-barkan kehidupan sehari-hari masyarakat kita (Tini Hadad, 1997). Teringat akan remaja yang menjadi dungu dan melakukan hal-hal yang tidak terpuji dengan kambing hitam tayangan televisi, terbayang pula akan kecerdasan sang sopir yang selalu menonton layar kaca secara selektif, serta membaca surat kabar.
Sementara pikiran masih berkecamuk dengan dua hal tadi, sampailah taksi pada tempat yang dituju, yaitu sebuah hotel, dimana pada hari itu akan diselenggarakan sebuah seminar dengan tema "Meningkatkan Minat Baca Melalui Televisi"
"Apa benar ?" Mungkin saja benar ! Buktinya apa ? Buktinya, banyak ibu-ibu yang mencari majalah tertentu, setelah menonton acara masak-memasak di televisi ! Tapi ibu-ibu itu hanya mencari resep masakan ! Iya, tapi paling tidak rubrik-rubrik lain bisa terbaca juga !Ah, mending kalau ibu-ibu itu mau membaca ! Mereka akan lebih suka menonton telenovela ! Simpang siur dialog di kepala terhenti, karena panitia seminar memutar sebuah sinetron sambil mengajak menikmati "snack" pagi.
Apakah sinetron tersebut sebuah "Reading promotion program" atau bukan, tidak dijelaskan. Kurang lebih 40 menit tayangan sinetron berlalu seiring dengan berlalunya "snack" ke dalam mulut yang berbekas hanya adegan perkelahian dua pemuda bersaudara dengan kepalanya terluka berdarah, sungguh mengerikan.
Tidak perlu komentar tentang sinetron ini, barangkali ada baiknya bagi yang akan menyampaikan pesan melalui media massa, untuk tidak melupakan fungsi komunikasi melalui media massa. Mari kita ingat kembali.
Ada lima jenis media masa yang dikenal sebagai "The big five of mass media" yaitu televisi, film, radio, majalah dan koran dengan fungsi komunikasi yang saling melengkapi yaitu Social function dan Individual Function.
Fungsi terhadap masyarakat (Social function) bersifat sosiologis sedangkan fungsi terhadap individu (Individual function) bersifat psikologis (Sasa Djuarsa, 1993
1. Social Function
Fungsi komunikasi massa terhadap masyarakat :
a. Pengawasan lingkungan
b. Korelasi antar bagian di dalam masyarakat untuk menang-gapi lingkungannya
c. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai
d. Hiburan (Lasswell dan wright, 1975)
2. Individual function
Fungsi komunikasi massa terhadap individu :
a. Pengawasan atau pencarian informasi
b. Mengembangkan konsep diri
c. Fasilitasi dalam hubungan sosial
d. Substitusi dalam hubungan sosial
e. Membantu melegakan emosi
f. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan
g. Bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi (Samuel L. Becker, 1985)
Selain memanfaatkan fungsi komunikasi melalui media massa, kita juga penting mengetahui dampak dari komunikasi melalui media massa. Dampak komunikasi massa dalam tulisan ini akan dilihat dari dua aspek yaitu dampak yang berkaitan dengan media secara fisik dan dampak yang berkaitan dengan pesan media massa.
Dampak Media Massa sebagai Obyek Fisik.
1 Dampak Ekonomis
Kehadiran media massa meng-gerakkan usaha dalam berbagai sektor seperti produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa
2. Dampak Sosial
Status pemilik (memiliki televisi atau radio, berlangganan surat kabar atau majalah) secara tidak langsung meningkat dengan kepemilikan media massa.
3. Dampak pada penjadwalan kegiatan
Kegiatan sehari-hari khalayak dapat berubah dengan hadirnya media massa, misalnya jadwal tidur seseorang ,menjadi larut, karena ia selalu menonton tayangan televisi "Buletin Malam"
4. Sebagai penyaluran perasaan tertentu
Tanpa mempersoalkan pesan yang disampaikan media massa , kita menonton televisi atau memutar gelombang radio, hanya untuk menghilangkan rasa kecewa, sedih, bosan atau perasaan lain.
(Steven H. Chaffee dalam Sasa Djuarsa, 1993)
1. Dampak Kognitif
2. Dampak Afektif
3. Dampak Konatif
Dampak pesan media massa yang berupa pola-pola tindakan, kegiatan atau perilaku yang dapat diamati, adalah dampak pesan media massa yang telah sampai pada tahap konatif. Secara teoritis dampak pesan media massa biasanya hanya sampai pada tahap kognitif dan afektif, tetapi ada beberapa kondisi yang menyebabkan dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif yaitu :
1. Exposure (Jangkauan pengenaan)
Jika sebagian besar khlayak telah terexpose oleh media massa
2. Kredibilitas
Jika pesan media massa mem-punyai kredibilitas yang tinggi dimata khalayaknya dalam arti kebenarannya dapat dipercaya
3. Konsonasi
Jika isi informasi yang disam-paikan oleh beberapa media massa, baik materi, arah serta orientasinya maupun dalam hal waktu, frekuensi dan cara penyajiannya sama atau serupa.
4. Signifikansi
Jika materi pesan media masa signifikan dalam arti berkaitan secara langsung dengan kepen-tingan dan kebutuhan khalayak.
5. Sensitif
Jika materi dan penyajian pesan media massa menyentuh hal-hal yang sensitif.
6. Situasi kritis
Jika ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat berada dalam situasi kritis.
7. Dukungan komunikasi antar pribadi.
Jika informasi melaui media massa menjadi topik pembica-raan, karena didukung oleh komunikasi antar pribadi.
Sungguh bijak orang-orang yang sangat peduli terhadap pendidikan anak-anak bangsa, sehingga meman-faatakan salah satu media massa tersebut untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan, dalam hal ini media televisi untuk meningkatkan minat baca". Barang kali akan lebih bijak lagi jika dalam penyampaian pesan pendididikan tersebut, selalu memperhatikan dan tidak melanggar rambu-rambu yang ada, seperti bahasa, atribut pemain ataupun adegan-adegan kekerasan dalam program yang ditayangkan
Ada kecendrungan dari stasiun televisi yang mengartikan bahasa Indonesia yang komunikatif adalah bahasa Indonesia yang berlogat Jakarta. " Itu sama dengan kesan yang pernah ditangkap kalangan kelas menengah, bahasa Inggris lebih bergengsi dari pada bahasa Indonesia," kata Hasan Alwi ( pakar bahasa) Perlukah menampilkan adegan-adegan kekerasan yang berlebihan dalam tayangan yang membawa misi pendidikan ? Belum cukupkah adegan-adegan kekerasan dalam sinetron "antah barantah" ?
PENUTUP
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan sejenis yang harus dijawab, sebelum membuat program-program pembawa pesan pendidikan. Walaupun isi program televisi sangat dipengaruhi faktor-faktor pengiklan, produsen, khalayak dan sebagainya, akan tetapi tidak perlu juga mengabaikan dampak isi pesan media yang bisa mem-pengaruhi nilai, perilaku serta gaya hidup "target audience"
Barangkali, memanfaatkan fungsi komunikasi melalui media massa secara benar serta selalu memperhitungkan dampak isi pesan media yang akan terjadi, akan sangat membantu dalam pembuatan program-program televisi, khusus-nya program "reading promotion" untuk meningkatkan minat baca, Sehingga setelah menonton program yang ditayangkan betul-betul meningkatkan minat baca, bukan meningkatkan "tawuran" misalnya. Pada akhirnya "image" televisi sebagai "kambing hitam" berubah menjadi "kelinci putih" yang manis, yang bisa mengajak adik-adik kita untuk rajin membaca.
Daftar Pustaka :
Becker, L. Samuel (1987) "Discovering Mass Communication"
Dominick, Joseph R. (1996) "The Dynamics of Mass Communication"
Hadad, Tini (1997) "Analisis Konseptual dan Kondisi Riil dalam Pertelevisian Indonesia"
Sendjaja, Sasa Djuarsa (1993) "Pengantar Komunikasi".
Televisi adalah media yang potensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual TV mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV, setelah 3 jam kemudian dan 65 % setelah 3 hari kemudian. (Dwyer)
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat, terutama pada anak-anak. Menurut Skomis, dibanding-kan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa