MAKALAH BIOGRAFI TOKOH-TOKOH HADITS
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas di seluruh sentereo jagad raya ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari peran penting para aktor di belakangnya. Para aktor tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu hadits yang tentu hebat karena mereka memiliki potensi diri yang baik, baik dari segi intelektual, tetapi juga emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal ini, tentu tidak sembarang orang bisa melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan dalam melaksanakan tugas ini atau tentu banyak rintangan dan perjuangan, namun hal ini juga tidak menutup kemungkinan kita bisa menjadi seperti merka. Untuk itu, kita perlu mengetahui lebih jauh bagaimana aktor-aktor hebat tersebut. Dengan harapan kita bisa menjadikan mereka sebagai tauladan atau motivasi bagi kita untuk menjadi orang besar dan hebat.
B. Biografi Tokoh al-Kutub al-Tis’ah
1. Al-Bukhari (194 H – 256 H = 810 M - 870M)
Nama lengkap Imam al-Bukhari adalah Muhamad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah, tetapi Barduzbah yang merupakan bahasa daerah Bukhara yang berarti petani. Sedangkan panggilan Imam al-Bukhari adalah Abu Abdillah. Imam al-Bukhari lahir pada hari Jum’at, 13 Syawal 194 H/21 Juli 810 M, di kota Bukhara yang sekarang termasuk daerah Uzbekistan, Rusia.
Ayah Imam al-Bukhari, yang mempunyai panggilan Abul Hasan, adalah seorang ulama besar dalam bidang hadits. Imam al-Bukhari menulis biografi ayahnya di kitab karyanya yang berjudul At-Târikh Al-Kabîr, 1/342-343.[1]
Guru-guru Imam al-Bukhari terdapat 1080 orang. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim dari Imam al-Bukhari, dia berkata yang artinya, “Aku telah menulis hadits dari 1080 orang guru. Mereka adalah ulama ahli hadits yang telah menghafalkan hadits.” Diantara mereka adalah Muhammad bin Abdillah al-Anshari, Ada bin Abi Iyas, Qutaibah bin Sa’id, Abu Hatim ar-Razi, dan Husain bin Muhammad al-Qabani.
Berangkat dari banyak guru Imam al-Bukhari, maka tidak heran jika ia menjadi sosok imam yang kaya akan ilmu dan pengetahuan. Tidak hanya itu, murid Imam al-Bukhari pun berjumlah sangat banyak, dan murid-muridnya menjadi tokoh terkemuka di bidang hadits pada masa berikutnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu muridnya yaitu Imam al-Farbari, mengatakan bahwa “Sesungguhnya murid Imam al-Bukhari yang meriwayatkan Shahih Al-Bukhari berjumlah 90.000 orang.” Diantaranya seperti Muslim bin Hajjaj, at-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ad-Darimi.
Beberapa karya imam al-Bukhari, yaitu: Al-Jami’ Ash-Sahih, At-Tarikh Al-Kabir, At-Tarikh Al-Ausath, At-Tarikh Ash-Saghir, Khalqu Af’al Al-‘Ibad, Adh-Dhu’afa’ Ash-Shaghir, Al-Adab Al-Mufrad, Juz’u Ruf’u Al-Yadain, Juz’u Al-Qira’ah Khalfa Al-imam, Kitab Al-Kuna.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).
Sejak kecil, Imam al-Bukhari menunjukan bakat cemerlang yang sangat luar biasa. Terutama mengenai ketajaman ingatan dan hafalan yag melebihi manusia biasa.[2]
Imam Bukhari menetapkan bahwa Hadits Shahih adalah hadits yang keshahihannya disepakati oleh rawi tsiqah yang meriwayatkan dari seorang shahabat yang masyhur, yang tidak terjadi perselisihan pendapat diantara para tsiqah itu sendiri. Selain itu, mata rantai sanad hadits itu harus bersambung, tidak terputus. Syarat yang ditetapkan oleh Imam al-Bukhari ini hamper tidak pernah diterapkan oleh ulama’ lain.[3]
2. Imam Muslim ( 204 – 261 H = 820 – 875 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjâj Al-Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury karena beliau adalah putera kelahiran naisabur, yakni kota kecil di Iran bagian timur laut. Ia adalah seorang muhadditsin, hafidz lagi terpercaya. Ia terkenal sebagai ulama yang gemar bepergian mencari hadits.
Guru-guru Imam Muslim diantaranya adalah Yahya ibn Yahya, Abu Hasan, Ibn Hambal, yazid ibn Mansur, ‘Amir ibn Sawad dan lain sebagainya. Sedangkan murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin Abi Thalib, Al-Husain bin Muhammad, Al-Qubbani, Ibnu Khuzaimah dan lain sebagainya. Karya-karya Imam Muslim antara lain Al-Jâmi’ Al-Kabîr, kitab sahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, kitab Al-Thabaqât Al-Tâbi’in, kitâb Muhadlramîn dan lain sebagainya.
Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat--ilat (cacat) hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Muslim adalah orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak mengherankan, karena Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang belum ada sebelumnya.
Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al--Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru- guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin." Ishak bin Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar-benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim." Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
3. Imam Abu Daud ( 202 H – 275 H = 817 M – 889 M )
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir. Ia adalah seorang imam terkemuka dan pioner di masanya selain wira’i ia juga merupakan salah satu ulama yang telah menelurkan karya dalam bidang hadits yang tanpa ada sebelumnya.
Ia adalah seorang Imam terkemuka dan pioneer dimasanya. Selain wira’i, ia merupakan salah satu ulama yang telah menelurkan karya dalam bidang ilmu hadits tanpa ada sebelumnya.[4]
Guru-gurunya: Abu Salamah at-Tabudzaki, Abul Walid ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir al-Abdi, dsb. Murid-muridnya:Abu Ali Muhammad bin Amr al-Lu’lu’, Abul Hasan Ali bin al-Hasan bin al-Abd al-Anshari, dst.[5] Karya: As-Sunan, Az-Zuhd, al-Marasil, ar-Rijal, dst.[6]
Kriteria Syarat: Istilah hasan adalah hadits yang ia diamkan ketika meriwayatkan hadits tanpa diiringi penjelasan. Sedangkan hadits dha’if adalah terdapat sanad hadits yang wahn syadid maka ia dalam kitabnya berusaha secara maksimal menjelaskan hadits menurut kemampuan ijtihadnya. Sedangkan hadits yang menurut beliau shahih adalah sebagaimana hadits yang telah dikeluarkan oleh imam bukhari dan muslim.
4. Imam at-Turmudzi (200 H – 279 H = 824 M – 892 M)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Dahhaq. Ia lahir di Bugh yang termasuk daerah pinggiran tirmdz timur laut propinsi Khurasan, Iran. Sejak kecil ia memiliki daya ingat yang kuat dan tsiqah. para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa Imam at-Tirmidzi lahir dalam keadaan buta. Sedangkan berita yang benar adalah dia menjadi buta ketika sudah besar, tepatnya setelah melakukan perjalanan mencari Ilmu dan menulis kitabnya. [7]
Imam al-Tirmidzi merupakan sosok manusia yang shalih, taqwa, wara', zuhud, dan yang tak kalah pentingnya, kekuatan hafalannya diakui oleh para ulama. Abdurrahman bin Muhammad al-Idrisi menuturkan, “Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi al-Dharir adalah seorang imam dalam ilmu hadits yang pendapatnya banyak dirujuk para ulama. Beliau mengarang kitab al-Jami', al-Tawarikh (sejarah), dan al-UIlal. Sosok yang alim lagi brilian (cemerlang) ini diakui kekuatan hafalannya.”
Perhatian beliau sangat besar terhadan ilmu hadits sangat besar beliau menyusun kitab At Turmudzi. Selain itu hasil-hasil karya beliau sangat banyak. Sehingga pujian para ulama terhadap Imam Al-Tirmidzi dalam usahanya mengembangkan hadits dan fiqih dan ilmu-ilmu agama sangat banyak, diantaranya adalah:
a. Pernyataan Imam Bukhari terhadap Imam At Turmudzi bahwa posisi beliau dalam ilmu hadits adalah sangat tinggi. Imam Bukhari berkata "Apa yang aku ambil manfaat dari padaku”.
b. Al Hafizh Al Alim Al Idrisi berkata "ia (Imam Al-Tirmidzi) seorang dari para imam yang memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadits, mengarang Al Jami 'Tanggal, sebagai seorang penulis yang alim yang meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan".
c. Al Mizzi mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi salah seorang imam hafizh yang memiliki kelebihan yang telah dimanfaatkan kaum muslimin.
d. Mubarak Ibn Atsir mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi adalah seorang ulama hafizh yang terkenal, padanya telah terjadi pengembangan fiqih
e. Imam Al-Tirmidzi termasuk ahli hadits yang kuat daya hafalnya, teliti dan terpercaya. Ibnu Hibban Al Busti mengakui kemampuan Imam Al-Tirmidzi dalam hal menghafal, menghimpun, dan meneliti hadits sehingga ia menjadi sumber pengambilan hadit banyak ulama terkenal diantaranya Imam Bukhari.
Al-Hakim Abu Ahmad menukil dari gurunya, Ahmad, “Ketika Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari meninggal, ia tidak meninggalkan seorang ulama yang menjadi penggantinya di Khurasan selain Imam al- Tirmidzi yang dalam pengetahuannya, luhur dalam ke-wara'-an dan kezuhudan. Imam al-Tirmidzi senantiasa menangis sehingga beliau menjadi buta pada tahun-tahun terakhir.”
Abu Ya'la al-Khalili pernah menuturkan bahwa Tirmidzi merupakan figur penghafal dan ahli hadits yang mumpuni dan telah diakui oleh para ulama. Beliau mempunyai kitab al-Jami' dan al-Jarh wa al-TaUdil. Ia dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya, dan sebagai ulama yang menjadi panutan, serta berpengetahuan luas. Kitab Jami'-nya al-Tirmidzi merupakan bukti nyata atas keagungan reputasinya tentang hadits.
Semua ini membuktikan bahwa sosok Tirmidzi memang pantas mendapat sanjungan. Namun demikian, ternyata ada sementara ulama yang menganggap bahwa Imam al-Tirmidzi merupakan sosok yang tidak diketahui asal-muasal dan jatidirinya (majhul al-hal), sehingga --secara otomatis-- periwayatannya ditolak begitu saja. Pandangan seperti inilah yang antara lain dilontarkan.
Karya-karya at-Tirmidzi paling banyak terpengaruh oleh pemikiran al-Bukhari dalam pengfokusan bidang yurisprudensi juga menjadikannya standar dalam menjelaskan ketidakococokan dalam naskah penyebar tradisinya. Karya-karyanya antara lain Shama’il al-‘Ilal jami’ dan Tasmiya Ashab Rasul Allah. Guru-gurunya adalah Zayed bin Akhzam, Qutaibah bin Said, Ishaq bin Rahawaih da lain sebagainya. Murid-muridnya antara lain Abu Bakar Ahmad bin Ismail As-Samarqandi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abdullah bin Nashr dan lain sebagainya.
Kriteria Imam at-Turmdzi dalam menshahihkan hadits lunak, tidak mutasyaddid (ketat) dengan kata lain pernyataan shahih atau hasan terhadap suatu hadits tidak dapat dijadikan sebagai pegangan ketika pernyataan tersebut tidak diiringi oleh ulama yang lain. Dalam menyampaikan hadits, beliau memang terkadang meriwayatkannya dari perawi yang su’ul al-hifzh (kemampuan hafaannya buruk) dan perawi yang terkadang wahm. Akan tetapi beliau tidak hanya mendiamkannya tanpa keterangan, melainkan menjelaskannya.[8]
5. Imam An-Nasai
Nama lengkapnya adalah Abû Abd Al-Rahmân Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr Al-Khurasani Al-Nasâ’i. Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat beliau dilahirkan yaitu di kota Nasa’ yang masih termasuk wilayah Khurasan. Ia mulai menjalani pengembaraan untuk mempelajari hadits ketika beliau berusia lima belas tahun. Sebagian muhadditsin menilai, bahwa beliau lebih hafidh dan lebih tinggi pengetahuannya dibanding dengan Imam Muslim dibidang Hadits.[9] Beliau dianggap sebagai salah satu pemimpin besar dibidang sastra hadits. Dan dia menjadi cendekiawan dalam semua aspek hadits dan hafal sebagian besar jumlah hadits sehingga ia dijuluki hafidz-i- hadits (penghafal hadits). [10]
Guru-guru beliau antara lain Qutaibah ibn Sa’id, Ishaq ibn Ibrahim dan Imam-imam Hadits dari Khurasan, Hijaz, Irak, dan Mesir. Murid-murid beliau antara lain Abu Nasher Al-Dhalaby, Abd Al-Qasim Al-Thabary, da Abdul Karim. Karya Al-Nasâ’I diantaranya Al-Sunan Al-Kubra, Al-Sunan Al-Mujtaba’, Kitâb Tamyiz, dan lain sebagainya. Penilaian Imam Al-Nasa’I terhadap hadits jauh lebih ketat dibandingkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.[11]
Cukup banyak karangan beliau kurang lebih 15 buku,yang lebih popular adalah Assunan yang disusun seperti bab fiqh.Didalamnya tidak ada sang perawi yang disepakati kritikus untuk di tinggalkannya.Dari segi kualitas hadisnya terdapat hadits shahih,hasan dan dho’if.
Kebanyakan kitab karangan beliau adalah mengenai fiqh ibadah,dan susunan dalam kitabnya telah sesuai dengan tata cara ibadah yang kita kerjakan seperti biasanya,yaitu Bab At-Thaharah diletakkan lebih awal daripada Bab-Bab yang lain.Seyogyanya sebelum kita melaksanakan ibadah,hendaknya kita harus membersihkan anggota tubuh kita terlebih dahulu.Setelah itu dilanjutkan dengan Bab-bab yang lain.Dalam kitab Shahih Sunan Nasa’i,Muhammad Nashiruddin Al-Albani, jilid 1,di dalamnya terdapat 1815 hadis yang berisikan tentang fiqh ibadah, Diantara kitab beliau antara lain ialah : Al-Sunanu Al-Kubra, Al Mujtaba Min Al-Sunani, dan lain sebagainya.
6. Ibnu Majah ( 207 H – 273 H = 824 M – 887 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majah. Beberapa cendekiawan muslim berpendapat bahwa “Majah” adalah nama ibunya sehingga ia dipanggil ibn Majah. Semasa mudanya beliau merupakan pelajar yang luar biasa dalam bidang sastra hadits dan selama 23 tahun beliau mengabdikan seluruh hidupnya untuk belajar hadits dan sastra hadits. Beliau selalu mencatat hadits dan rangkaian riwayat baru yang kuat kapan saja beliau mendengarnya dan segera menandatanginya.
Guru-guru Ibnu Majah antara lain Abu Ishaq Ibrahim Ibnul, Bakar bin Abdul Wahhab, Abu Abdur Rahman dan lain sebagainya. Sedangkan murid-muridnya antara lain Hafidz Abul Hasan ibn Fatah, Ibrahim bin Dinar Al-Jabshi, Ahmed Ibrahim al-Kabani dan banyak lagi.
Dalam bukunya beliau tidak memberikan komentar apapun mengenai keshihan, kehasanan, dan kedha’ifan hadits, bahkan untuk hadits yang dusta sekalipun. Karya-karyanya antara lain Al-I’lâm bi Sunanihi ‘Alaihi Al-Sâlam.
Persaksian para ulama terhadap beliau
a. Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
b. Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan ahli tafsir.”
c. Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
d. Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang.
Imam Malik (93 H/712 M = 179 H/796)
Nama lengkap Imam Malik adalah Abu ‘Abdillah Malik bin Annas al-ashbahi bin Abi Amir bin Haris bin Ghaiman bin Huzail al-Ashabi bin ‘Adi bin Malik bin Yazid. Guru Imam Malik yaitu al-Zuhri, Nafi' Maula Ibn Umar, Hidyam Ibn Zubar, dan lain sebagainya. Murid-murid Imam Malik diantaranya adalah al-Mansur, al-Mahdi, Harun al-Rasyid, al-Makmun, da lain sebagainya. Karya-karyanya diantaranya adalah al-Muwatha’, Al-Mudawwanah Al Kubra.[12]
Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah al-Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan al-Maslaha al-Mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
7. Imam al-Hakim (322 H - 405 H)
Nama Imam al-Hakim adalah Abu Abdillah Al-Hakim Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Na’im bin Al-hakam Adh-dhabbi Ath-Athahmani An-Nasaiburi Al-Hafidz yang terkenal dengan sebutan ibnu bayyi’. Dia lahir pada hari, tanggal 3 bulan Rabiul Awal tahun 321 hijriyah.
Abu Abdillah Al-hakim menuntut ilmu di mulai semenjak masih kecil melalui berkat bimbingan dan arahan ayah serta paman dari ibunya. Adapun pertama kali dia mendengarkan hadits tahun 330 Hijriyah ketika baru berumur tuju tahun. Dia mendapatkan hadits secara imla’ dari Abu Hatim Ibnu Hibban pada tahun 334 Hijriyah.
Adapun para guru Abu Abdillah al-hakim di naisaburi sendiri jumlahnya mencapai 1000 syaikh. Sedangkan guru-guru yang diperoleh selain dari naisaburi pun kurang lebih 1000 syaikh. Guru-guru Abu Abdillah Al-hakim sebagaimana disebutkan adz-Dzahabi adalah Ayahnya sendiri, Muhammad bin ali bin Umar al-Mudzakkar, abu Al-Abbas al-Asham, Abu Ja’far Muhammad bin Shalehbin Hani’, Muhammad bin Abdullah Ash-Shafar, dan lain sebagainya. Abu Abdillah Al-hakim senantisa mau belajar dari orang lain meskipun itu dari sahabatnya sendiri.
Sedangkan para murid Abu Abdillah Al-hakim adalah: Ad-Daruqthni, Abu Al-Fath bin Abu Fawaris, Abul Ala’ Al-Wasithi, Muhammad bin ahmad bin Ya’qub dan lain sebagainya. Abu Abdillah al-Hakim belajar ilmu qira’at dari Ibnul Imam, Muhammad bin Abu Manshur Ash-Sharam, Abu Abu Ali bin An-Naqqar Al-Kuffi dan Abu Isa Bakkar Al-Baghdadi. Dan, dia belajar tengtang madzhab dari Ibnu Abi Hurairah, Abu SahalAsh-Shu’luki dan Abu Al-Walid Hisan Bin Muhammad. Al-Hakim sering berdiskusi dengan Al-Ja’labi, Ad-Daruquthni dan yang lain.
Adz-Dzahabi berkata, “Al-Hakim telah memulai menuangkan ilmunya dalam bentuk karya kitab pada tahun 337 Hijriyah. Jumlah karya Abu Abdillah Al-Hakim mencapai sekitar 1000(seribu) juz yang terdiri dari tahkrij Ash-Shahihain, Al-Illal, At-Tarajum, Al-Abwab dan Aku-syuyukh.
9. Imam al-Darimi (181 H - 255 H).
Dia lahir pada tahun 181 Hijriyah. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abdirrahman bin Al-Qufl bin Bahram bin abd Ash-Shamad At-Taimi ad-Darimi. Nama panggilannya adalah Abu Muhammad. Diantara buah karyanya yang terpenting adalah As-Sunan. Menurut sebagian ahli tahqiq, Kitab tersebut termasuk Kutub As-Sittah (enam judul Kitab dalam bidang hadits) menggeser kedudukan Kitab karya Ibnu Majjah. Imam Ad-Darimi meninggal di hari Arafah pada tahun 255 hijriyah dan dikuburkan di Marwa.
Beliau adalah sosok yang tawadldlu’ dalam hal pengambilan ilmu, mendengar hadits dari kibarul ulama dan shigharul ulama, sampai-sampai dia mendengar dari sekelompok ahli hadits dari kalangan teman sejawatnya, akan tetapi dia juga seorang yang sangat selektif dan berhati-hati, karena dia selalu mendengar hadits dari orang-orang yang terpercaya dan tsiqah, dan dia tidak meriwayatkan hadits dari setiap orang.
Guru-guru imam Ad Darimi diantaranya adalah: Yazid bin Harun, Ya’la bin ‘Ubaid, Ja’far bin ‘Aun, dan Basyr bin ‘Umar az Zahrani. Murid-murid beliau
diantaranya adalah: Imam Muslim bin Hajaj, Imam Abu Daud, dan Imam Abu ‘Isa At Tirmidzi. ‘Abd bin Humaid Raja` bin Murji.
DAPATKAN FILE LENGKAPNYA DISINI
[1]Syaikh Ahad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 467
[2]H. Zainal Abidin Ahmad, Imam al-Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 100
[3]Husyan Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya, 1995, hlm. 92
[4]Syaikh Ahad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 531
[5]Syaikh Ahad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 537
[6]Syaikh Ahad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 539
[7]M. Atiqul Haque, 100 pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, hlm. 120,
[8]Syaikh Ahad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 563
[9] Drs. Munzier Suparta M. A., Ilmu Hadits, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO, 2004, hlm. 248
[10] M. Atiqul Haque, 100 pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, hlm. 120
[11]M. Atiqul Haque, 100 pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, hlm. 236
[12]Dr. Husni Rahim, ‘Ulûmu al-Hadîts jilid 3 Depag RI, Jakarta: 1998, hlm. 75