MEDIA MASSA KITA JANGAN JADIKAN SEBAGAI KEKUATAN DAHSYAT YANG TAK BERNURANI
Televisi adalah media yang potensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual TV mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV, setelah 3 jam kemudian dan 65 % setelah 3 hari kemudian. (Dwyer)
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat, terutama pada anak-anak. Menurut Skomis, dibanding-kan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa
Di penghujung akhir abad ke 20 ini telah muncul di persada perga-ulan suatu fenomena simptomatik yang menggetarkan. Untuk menangkap fenomena tersebut seseorang tak perlu menjadi pakar atau ahli dalam bidang komunikasi. Fenomena tersebut pada dasarnya secara metaphorik dapat diamati dalam kehidupan setiap keluarga: "Anak-anak yang terbiasa "dididik " dalam aturan yang keras dan ketat (baik secara eksplisit maupun implisit), pada suatu saat, ketika koridor baru yang melegitimasikan kebebasan, keterbukaan muncul dalam keluarga tersebut, maka maraklah suatu situasi euphoric yang bisa sangat mengejutkan tidak hanya bagi mereka (menurut aturan lama ) yang semula berposisi dan berstatus memimpin/mendidik, melainkan juga bagi anak-anak (anak sendiri,anak buah, anggota tim, staf, warga komunitas dsbnya) itu sendiri.
Media massa di masa Orde Baru yang terbiasa dalam tekanan dalam segala bentuk, baik eksplisit maupun implisit, dengan peristiwa historis tragis lengsernya presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 digantikan presiden BJ.Habibie mengalami perubahan mendasar di segala sektor kehidupan. Hal-hal yang dahulu dianggap sudah baik, kini tidak lagi dan harus diganti. Orang menyebutnya era reformasi total. Salah satu di antaranya diratifika-sinya UU Kebebasan Pers. Maka maraklah suasana euphoria dengan indikasi bermunculannya berbagai media cetak berupa penerbitan seperti koran, tabloid, majalah. Kemudian media elektronik kiprahnya semakin mencuatkan karakterisik jurnalistiknya yang tidak hanya informatif, melainkan investigatif bahkan kadang interogatif.
MEDIA MASSA KITA JANGAN JADIKAN SEBAGAI KEKUATAN DAHSYAT YANG TAK BERNURANI
Dengan sedikit kemampuan analitik kritis saja siapapun dengan mudah dapat menunjukkan bukti empirik bahwa situasi yang masih euphorik itu telah menunjukkan dampak, lepas dari apakah itu benar atau tidak, masyarakat atau rakyat tanpa pandang status, jabatan, etnik, kaya atau miskin, secara lugas dan tuntas berani mengekspresikan dirinya baik itu penyampaian pendapat (opini), kritik bahkan tuntutan terhadap siapa saja dan tentang masalah apa saja. Rasanya apa yang dulu disebut tabu seperti digilas habis. Hal ini setiap hari dapat ditemukan di surat kabar, majalah, tabloid ,radio dan televisi bahkan bukan hanya yang milik swasta, melainkan termasuk RRI dan TVRI sudah mulai tampil beda dari pola dan stereotipe lamanya.
Wacana kemapanan atau yang sudah mapan, baik itu di bidang pemerintahan, keuangan, bisnis, dan profesi yang memegang atau menguasai kekuasaan dan kekuatan serta pengaruh di seluruh negeri, sekarang tidak berlaku lagi. Euphoric-effect (istilah pen.) dari media massa baik cetak maupun elektronik yang baru saja marak tak lebih dari setahun, ternyata telah tidak hanya mengetuk melainkan membuka wawasan warga masyarakat luas tentang suatu kebenaran yang terangkum dalam adagium kuno " fox populi fox dei " yang menyiratkan makna bahwa kekuasaan adalah milik rakyat Berbagai ungkapan,pernyataan, kritik dan protes yang setiap hari kita baca, kita dengar dan saksikan di media massa semuanya mencuatkan hal tersebut. Tidak ada lagi pejabat, petinggi, pimpinan yang kebal terhadap kritik, dan tidak ada yang kebal terhadap hukum. Rakyat pemilik kekuasaan di negeri ini bukan lagi harus melayani melainkan dilayani oleh segenap pihak yang "terpilih" jadi pemimpin baik di bidang politik maupun bidang kehidupan lainnya. Sehubungan hal ini menarik menyimak dan menginternalisasi kutipan berikut ini:
- The Establishment is a general term for those people in finance, business, and the professions... who hold the principal measure of power and influence in this country.
- The Establishment has very nearly unchallenged power in deciding what is and what is not respectable in this country. (Richard Rovere, The American Establish-ment)
Dari bahasan di atas secara implisit telah mengemuka bentuk intisari media massa umumnya. Media massa sudah mulai sedemikian penting menjadi salah satu bagian dari kehidupan rutin kita. Memang pemanfaatannya dapat dikatakan masih dalam persentase cukup kecil dibanding populasi seluruh negeri. Namun meskipun ‘lapis tipis’ pemanfaat media massa tersebut dapat dengan secara gampangan diklasifikasikan merupakan bagian dari kelas menengah masyarakat kita maka posisinya menjadi signifikan.Lapis tipis kelas menengah inilah yang akan memiliki peran yang menentukan dalam rangka pem-bangunan masyarakat madani (civil society) yang berkeadaban dan berjati diri kebangsaan. Demikian strategisnya posisi tersebut maka dapat tak terbayangkan bila mereka itu hidup tanpa media massa. Perlu diingat, dari kalangan mereka pulalah yang kini menjadi motor penggerak hidup dan berkem-bangnya media massa sekarang dan seterusnya nanti.
Dari sudut pandang ini kiranya perlu disadari bahwa media massa kita pada momentum sekarang masih dapat disebut memilik daya ‘opinion setter’ yakni pembentuk opini. Tentu saja opini yang sehat, yang demokratis, yang menjunjung tinggi martabat dan harkat manusia, yang memanusiakan manusia. Tentu dalam proses akan lahir pula "yellow mass media" yakni media massa yang menjadi sekadar alat untuk kepentingan tertentu. Namun hal ini tidak perlu dirisaukan, sebab masyarakat bersamaan dengan pertumbuhan media massa juga akan semakin terdidik, semakin memiliki daya seleksi. Sehubungan hal ini kutipan berikut ini bermakna pula bila disimak dan didalami:
"If a lie comes from all sides to me, if the number of persons on my side who doubt it becomes smaller each day with no one left at the end, then I will over-power by it at some time too " (Victor Klemperer)
Mengenai televisi Paddy Chayevsky menyebutnya sebagai bentuk intisari media dan dalam dunia modern akan menjadi " keku-atan dahsyat yang tak berhatinurani". Menurut survai rata-rata orang Amerika nonton tv 61/2 jam sehari. Tidak mengherankan jika pengaruh dari apa yang ditonton dan dengar selama lebih dari 1/3 waktu jaga tidak pelak membentuk opini orang. Sebenarnya hal ini dapat diamati di tengah keluarga Indonesia seberapa banyak perilaku orang dan anak-anak berasal dari tv. Menarik tentunya kalau iklan-iklan politik dan lainnya yang berkaitan dengan Pemilu Juni 1999 yang lalu diteliti dengan serius. Namun yang jelas banyak pesan tv telah menjadi demikian familiar terhadap kita dan seakan-akan itulah yang benar. Bagi advertiser umum-nya dan propagandis khususnya dikenal adagium : orang akan menerima sebagai kebenaran terhadap gagasan yang berulangkali ,sesering mungkin disampaikan kepadanya.Meskipun kita tidak memandang dunia/kehidupan seperti itu, orang melihatnya seperti yang disajikan tv kepadanya.
Akhirnya pesan yang mutatis mutandis: kita perlu arif dan bijaksana mengelola media massa. (PC.S.Sutisno)
Televisi adalah media yang potensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual TV mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV, setelah 3 jam kemudian dan 65 % setelah 3 hari kemudian. (Dwyer)
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat, terutama pada anak-anak. Menurut Skomis, dibanding-kan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa
Demikian artikel tentang MEDIA MASSA KITA JANGAN JADIKAN SEBAGAI KEKUATAN DAHSYAT YANG TAK BERNURANI ini saya sampaikan, semoga bermanfaat.