Macam-macam Kurikulum
Dalam menyusun kurikulum sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan pelajaran atauorganisasi kurikulum . ada beberapa pola organisasi kurikulum, yang dienal juga dengan sebutan macam-macam kurikulum atau tipe-tipe kurikulum. Macam-macam kurikulum tersebut adalah :
1. Sparated Subject Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah (Sparated Subject Curriculum) berarti kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Konsekuensinya, anak didik harus semakin banyak mengambil mata pelajaran.
Tyler dan Alexander menyebutkan bahwa jenis kurikulum ini digunakan dengan school subject, dan sejak beberapa abad hingga saat ii pun masih banyak didapatkan diberbagai lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri dari mata pelajaran- mata pelajaran, yang tujuan pembelajarannya adalah anak didik harus menguasi bahan dari tiap-tiap mata pelajaran yang telah ditentukan secara logis, sistematis, dan mendalam. (Soetopo & Soemanto, 1993 : 78)[1]
2. Correlated Curriculum
Kurikulum ini adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiapa bidang studi tersebut, sehinnga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas.[2]
Ada beberapa cara lain menghubungkan pelajaran dalam kegiatan kurikulum. Korelasi tersebut dengan memperhatikan tipe korelasinya, yaitu :
a. Korelasi okkasional / incidental
Artinya secara kebetulan ada hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya. Misalnya : pada pelajaran bidang studi IPA dapat dihubungkan juga dengan pelajaran Geografi dan Antropologi.
b. Korelasi Sistematis
Artinya korelasi atau hubungan yang telah direncanakan oleh guru secara sistematis, dengan mengambil suatu pokok permasalahn yang diperbincangkan dalam beberapa bidang studi. Misalnya masalah ibadah haji dalam pelajaran Fiqh yang dihubungkan dengan pelajaran Sejarah Islam.[3]
3. Broad Fields Curriculum
Kurikulum Broad Fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Kurikulum ini menghilangkan atau menghapuskan batas-batas mata pelajaran dan menyatukan mata pelajaran yang berhubungan erat. Phenik adalah orang pertama yang mencetuskan tipe Broad Fields ini. Keinginan Phenik adalah agar pendidik mengerti jenis-jenis arti perkembangan kebudayaan yang efektif; mengerti manfaat yang didapatkan dari berbagai ragam disiplin ilmu; dan upaya mendidik anak agar menghasilkan suatu masyarakat yang beradab.[4]
Di dalam kurikulum sekolah dikenal dengan enam Broad Fields, yaitu :
a. Pendidikan Agama Islam (Al- Qur’an dan Al- Hadits, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Fiqh.
b. Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi, Ekonomi)
c. Bahasa (Tata Bahasa, Mengarang, Menyimak, Kesusasteraan dan Pengetahuan Bahasa)
d. Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika, Biologi, Kimia)
e. Matematika (Berhitumg, Aljabar, Geometri, Aritmatika)
f. Kesenian (SEni Tari, Seni Lukis, Seni Suara, Seni Pahat, dan Seni Drama)[5]
Keunggulan kurikulum Broad Fields adalah adanya adanya kombinasi mata pelajaran sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan adanya mata pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar serta generalisasi.
Sedangkan kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara dangkaldan tidak mendalam, urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
4. Integrated Curriculum
Kurikulum ini menyajiakn bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajarandengan yang lainnya. Dimana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa yang dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk memecahkan masalah, anak atau siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Integrated Curriculum dapat dibedakan dalam beberapa bentuk antara lain :
a. The Child Centered Curriculum
Dalam perencanaan kurikulum ini, faktor kebutuhan anak menjadi perhatian utama, sehingga pembelajaran yang dilakukan mempunyai arti penting dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi anak didik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut misalnya kebutuhan yang berhungna dengan pribadi, kebutuhan hubungan sosial dan kebutuhan ekonomi.
b. The Social Function Curriculum
Dalam pengembangan kurikkulum ini didasarkan pada lingkungan sosial anak didik, sehingga pelajaran yang diperoleh memeiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c. Activity / Experience Curriculum
Kurikulum ini didasarkan bahwa nak didik hanya dapat belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan tau aktifitas riil. Belajar hanya terjadi pada proses interaksi yang aktif. Berpikir hanya dapat dikembangakan melalui problem solving. Masalah akan dimunculkan dan akan ditentukan oleh anak didik sendiri, sehingga kurikulum ini tidak dapat direncanakan sebelumnya, karena masalah akan muncuk dari buah pikiran dan aktifitas anak didik secara spontan. Dari proses pemecahan masalah itulah anak didik akan memperoleh pengetahuan berbagai disiplin ilmu, dalam bentuk terintegrasi.
d. Core Curriculum
Kurikuulum ini merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik. Pengalaman belajar itu berasal dari kebutuhan individual mauun kelompok dan kebutuhan social sebagai warga masyarakat dan Negara. Kurikuluum ini pada awalnya merupakan bahan atau mata pelajaran yang harus diketahui oleh semua anak didik pada setiap tingkatan.[6]
[1] Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktek. (Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2010). hlm 141-142
[2] Muhammad Zaini. Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta : TERAS, 2009). hlm 68
[3] Muhammad Zaini. Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta : TERAS, 2009). hlm 69
[4] Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktek. (Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2010). hlm 144
[5] Muhammad Zaini. Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta : TERAS, 2009). hlm 69-70
[6] Muhammad Zaini. Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta : TERAS, 2009). hlm 73-74