Aliran Behaviorisme Menurut Psikologi Islam
Psikologi Behavioristik adalah aliran psikologi yang menekankan teorinya pada perubahan tingkah laku manusia. Psikologi behavioristik menolak struktur kejiwaan manusia yang relative dan menetap. Manusia dilahirkan bukan ditentukan menurut hukum deterministik (jabar), yang diprogram seperti mesin atau robot, tetapi dilahirkan dalam kondisi kosong atau netral.
Menurut Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara ritual untuk mengagungkan Tuhan merupakan tingkah laku tahayul dari burung dara yang kelaparan yang terus menerus mengulangi gerakan khusus berdasarkan sistem penguatan (reinforcement). Uraian ini menunjukkan bahwa paham Skinner anti terhadap agama, kedua, dinamika struktur kepribadian manusia disamakan dengan dinamika hewan. Padahal tingkah laku hewan itu sangat jauh berbeda dengan tingkah laku manusia, baik dilihat dari sisi asumsi maupun makna tingkah laku yang diperbuat. Ketiga, teori strukturnya diasumsikan dari konsep manusia yang netral, tidak memiliki potensi bawaan apapun. Keempat, manusia diibaratkan robot yang selalu diprogram secara deterministik. Teori inilah yang mendapat kritikan dari Psiko-humanistik bahwa “teori Psiko-behavioristik memandang manusia sebagai suatu mesin, yaitu sistem kompleks yang bertingkah laku menurut cara yang sesuai dengan hukum.”[1]
Behaviourisme memusatkan perhatiannya pada wilayah objektivitas. Behaviourisme memandang Psikoanalisa sebagai teori yang sangat spekulatif dan tidak ilmiah. Penjelajahan terhadap wilayah unconsciousness (ketidaksadaran) dengan menggunakan metode hipnotis, intropeksi, retropeksi, dan analisis mimpi merupakan metode yang menggambarkan spekulatif-subjektif. Behaviourisme yakin dan percaya bahwa seluruh tingkah laku manusia dapat dipahami (understanding), dirumuskan (formulasi), dan diprediksi (prediction), berdasarkan pandangan objektif. Maka rumusan tingkah laku bagi behaviourisme merupakan hubungan stimulus-respond-bond.[2]
Behaviourisme disebut islami karena ia mengajarkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap manusia sebagaimana ungkapan sebuah hadits (yang artinya: “Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni atau Majusi.” H.R.Bukhari)
Sebagai contoh, karena sangat terpesona oleh teori refleks terkondisi dari kaum behaviourisme, maka Faiz Al-Hajj, dalam disertasinya mencoba mencari-cari beberapa pemikiran Al-Ghazali yang sesuai dengan teori refleks terkondisi itu. [3]
Mengacu pada pandangan Al Ghazali tentang al-Qur’an mengenai manusia, Hanna Djumhana Bastaman menandai wawasan islam mengenai manusia sebagai berikut:
- Al-Qur’an memberi penghargaan yang cukup tinggi terhadap martabat umat manusia dengan julukan kehormatan yang diberikan kepada manusia sebagai “khalifah di bumi”.
- Fitrah manusia adalah suci dan beriman.Al-Qur’an menyatakan adanya ruh pada manusia di samping raga dan jiwanya. Ruh ini sudah ada sebelum manusia dilahirkan, selama ia masih hidup, dan setelah berpulang.
Ketiga hal ini yang membedakan antara wawasan Islami dengan wawasan filsafat dan teori psikologi yang ada. Landasan ini menunjukkan bahwa kajian Islami hendaknya meliputi dimensi ruhani (spiritual-imani) selain dimensi ragawi (fisik-biologis), dimensi kejiwaan (psikologi edukasi) dan dimensi lingkungan (sosio-kultural). Demikian pula dengan akal (al-aql), hati (al-qalb), dan an-nafs yang keseluruhannya menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengkajian perilaku manusia dalam psikologi Islami.
Aliran Behaviourisme mempelajari terbentuknya perilaku manusia atas dasar konsep stimulus respons yang berarti perilaku manusia sangat terkondisi oleh lingkungan. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, sebaliknya lingkungan yang baik menghasilkan manusia yang baik. Selain itu aliran behaviourisme memandang bahwa perilaku manusia terbentuk karena adanya pengaruh dari reinforcement. Dalam hal ini tidak diperbincangkan adanya makna perilaku baik dan buruk, kecuali hasil dari reinforcement sebagai penguat positif atau negatif. Konsep benar dan salah tidak diperhitungkan dalam kajian tentang perilaku manusia.
Perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat, di mana sebab-sebab itu sendiri dapat dikontrol dan diciptakan. Para ahli aliran behaviouristik berhasil menemukan kaidah-kaidah belajar yang melandasi perubahan perilaku. Hal ini dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, dan lain-lain. Kaidah dan hukum belajar ini dapat dianggap sebagai keunggulan dari aliran behavioristik dalam menelaah konsep manusia dikaitkan dengan salah satu fenomena sunnatulah, yaitu bahwa manusia manusia dapat mengubah nasib dirinya. Petun juk Tuhan bagi mereka yang ingin mengubah nasib dirinya tentunya dapat menggunakan metode dan teknik belajar dengan memanfaatkan temuan-temuan aliran behavioristik. [4]
[1]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002, hlm.73-74
[2] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004, hlm. 384
[3] Fuad Nashori, Agenda Psikologi Islami, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2002, hlm.36
[4] Rifaat Syauqi Nawawi, Metodologi Psikologi Islami, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2000, hlm.61-62