Peranan PegawaiPencatat Perkawinan
Perkawinan sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974 sifatnya sekuler, penguasa memandangnya lepas dari agama, karena itu sahnya hanya apabila sah menurut perundang-undangan negara dan karena sifatnya sekuler, dulu peranan Pegawai Catatan Sipil bagi yang Kristen adalah peneguh perkawinan, artinya dialah yang menentukan sahnya suatu perkawinan. Tanpa dia, perkawinan pada asasnya tidak ada : soal apakah kemudian diadakan upacara menurut agama atau tidak, tidak di hiraukan.
Pasal 530 KUHP bahkan mengancamkan pidana bagi petugas agama yang melangsungkan acara perkawinan sebelum dinyatakan kepadanya bahwa telah dilangsungkan lebih dulu upacara perkawinan di Catatan Sipil.
Pasal 530
(1) Seorang petugas agama yang melakukan upacara perkawinan, yang hanya dapat dilangsungkan di hadapan pejabat Catatan Sipil, sebelum dinyatakan padanya bahwa pelangsungan di muka pejabat itu sudah di lakukan, di ancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran sama, pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama dua bulan.
Sebaliknya bagi golongan terbesar rakyat Indonesia, khususnya Islam : sahnya perkawinan ditentukan dengan dilakukannya ijab kabul (akad nikah) antara wali mempelai perempuan dan pihak mempelai laki-laki serta syarat-syarat lainnya menurut agama : apakah didaftarkan atau tidak, tidak di persoalkan.[1
Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 terdiri dari 2 ayat : ayat 1 tentang sahnya, ayat 2 tentang pendaftarannya. Seolah-olah karena terpisah, syarat pendaftaran tidak diperlukan untuk sahnya nikah. Tetapi dari ketentuan pasal 10 PP 9/1975 dapatlah disimpulkan bahwa keduanya (syaratnya materiil dan syarat formil itu) dilakukan bersamaan, syaratnya kumulatif dan simultan, pasal 2 tersebut berbunyi :
1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
[1] Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama. (Jakarta : Sinar Grafika, 1996). hal. 17-18