Sehubungan dengan Makalahini , maka akan di bahas mengenai system kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW, system kebijakan fiskal pada masa khulafaur rasyidin, system kebijakan fiskal dalam ekonomi islam beserta instrumennya.
I. PENDAHULUAN
Ekonomi non klasik mempercayakan bahwa kebijakan publik biasanya didasarkan pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memacu tarif pada subsidi asing. Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik salah satunya berupa kebijakan fiskal. Sehingga kebijakan fiskal dalam bahasa ekonomi konvensional dipandang sebagai instrumen manajemen permintaan yang berusaha mempengaruhi tinggkat aktivitas ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintahan.
Bagaimana kebijakan islam dalam hal fiskal ? lahirnya kebijakan fiskal dalam suatu nergara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau instrumen ekonomi publik. Kebijakan ekonomi publik biasanya sangat rumit karena masuknya faktor-faktor non-ekonomi kedalamnya. Aspek aspek sosial, politik dan strategis dalam kebijakan ekonomi publik itu penting dan tidak boleh dipisahkan, karena kehidupan adalah satu kesatuan. Berikut akan diuraikan beberapa hal penting kaitannya dengan kebijakan fiskal sebagai instrumen ekonomi publik.
Didalam sejarah islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan Negara islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (khulafaur rassyidin) .kendatipun sebelumnya telah dituliskan dalam Al-Qur’an, dalam hal santunan kepada orang miskin.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam bab ini akan di bahas mengenai system kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW, system kebijakan fiskal pada masa khulafaur rasyidin, system kebijakan fiskal dalam ekonomi islam beserta instrumennya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kebijakan fiskal pada masa Nabi Muhammad SAW?
2. Bagaimana kebijakan fiskal pada masa Khulafaur Rasyidin?
3. Bagaimana kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam?
III. PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Munculnya Islam membuka zaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah suatu peristiwa yang tidak ada bandingnya. Beliau adalah utusan Allah lil’alamiin. Maka tidak mengherankan, jika seorang penulis Michael Hart, dalam bukunya menepatkan beliau dalam daftar seratus orang yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah.
Setelah Rasulullah di Madinah,maka madinah dalam waktu singkat mengalamami kemajuan cepat. Rasulullah telah memimpin seluruh pusat pemerntahan madinah,menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerintahan dan organisasi, membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh. Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti : (1) membangun masjid utama sabagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya; (2) merehabilitasi muhajirin mekah di madinah (3) menciptakan kedamaian dalam Negara; (4) mengeluarkan hak dan kewajiban bagi negaranya; (5) membuat konstitusi Negara; (6) menyusun system pertahanan madinah (7) meletakkan dasar- dasar sistem keuangan Negara.[1]
1. Sistem Ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional,Rasulullah kemudian merubah system ekonomi dan keuangan Negara, sesuai dengan ketentuan Al qur’an. Secara garis besar, ketentuan dan kebijakan ekonomi pada masa Rasulullah adalah sebagai berikut :
- Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolut atas semua yang ada:
- Manusia merupakan pemimpin (khalifah)Allah dibumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya
- Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seijin Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung
- Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun
- Kekayaan harus diputar
- Eksploitasi ekoonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan
- Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam perekonomian dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya
- Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin
2. Sumber Pendapat Sekunder
Disamping sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan sebagai penerimaan fiskal pemerintahan pada masa Rasulullah SAW, ada sumber pendapatan sekunder. Diantaranya adalah:
1) Uang tebusan untuk para tawaran perang. Pada perang Hunain enam ribu tawanan dibebaskan tanpa uang tebusan.
2) Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Mekkah) untuk pembayaran uang pembebasan kaum Muslimin dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menurut Bukhari) dari Abdullah bin Rabia dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari sufwan Umaiyah (sampai waktu itu tidak perubahan).
3) Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.
4) Amwal fadhla (berasal dari harta benda kamu Muslimin yang meninggalkan tanpa waris, atau berasal dari barang-barang seorang Muslim yang meninggalkan negerinya).
5) Wakaf, harta benda yang didedikasikan kepada umat islam yang disebabkan karena Allah dan pendapatannya akan didepositokan di Baitul maal.
6) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
7) Zakat fitrah
8) Bentuk lain sadaqah seperti qurban dan kaffarat.[2]
Di zaman Rasulullah SAW, sisi penerimaan APBN terdiri atas karaj (sejenis pajak tanah ), zakat, kums, (pajak1/5), jizyah (sejenis pajak atas badan orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda). Dipengeluaran, terdiri atas pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai. [3]
Ciri kebijakan fiskal Baitul Mal di zaman Rasulullah SAW dan sahabat adalah sebagai berikut:
1) Sangat jarang terjadi anggaran defisit
2) System pajak proposional (propotional tax)
3) Besarnya rate Kharaj ditentukan berdasarkan produktifitas lahan, bukan berdasatkan zona
4) Berlakunya Regresive Rate untuk zakat peternakan
5) Perhitungan zakat peternakan berdasarkan besarnya keuntungan, bukan atas harga jual
6) Porsi besar untuk pembanguna infrasrtuktur
7) Manajemen yang baik untuk hasil yang baik
8) Jaringan kerja antara Baitul Mal pusat dengan Baitul Mal daerah
B. Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Seiring dengan perluasan kekuasaan pemerintahan islam maka pemasukan ghanimah, Fa’i dan pemasukan lainnya semakin meningkat .kemudian penetapan pos “kharaj” terhadap tanah irak dengan bersandar pada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap khaibar, dan atas keputusan ijma sahabat. Hal tersebut terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khatab. Untuk pertama kalinya pemasukan zakat di transfer ke pemerintahan pusat, hal tersebut terjadi ketika Muadz bin Jabal mengirim 1/3 hasil zakat daerah Yaman ke madinah dan Umar menolaknya. Di tahun berikutnya Muadz mengirim ½ hasil zakat Yaman dan kembali Umar menolaknya. Pada tahun berikutnya Muadz mengirim hasil seluruhnya dan kemudian berkata kepada Umar bahwa di Yaman sudah tidak ada lagi mustahiq zakat, kemudian Umar menerima hal tersebut dan selanjutnya Umar mensuplai hasil surplus zakat ke suatu daerah yang mengalami defisit . sumber lainnya yang ditetapkan pada zaman Umar adalah ‘Al USYUR’ dari perdaganan import yang dikelola oleh kaum kafir harbi orang non muslim yang tinggal di Negara yang memerangi agama islam .[4]
Pada masa khalifah, kaum muslimin cukup berpengalaman dakam menereapkan beberapa instrumen sebagai kebijakan fiskal yang diselenggarakan pada lembaga baitul mal. Dari berbagai macam instrumen ,pajak diterapkan atas individu (jizyahdan pajak khusus muslim), tanah kharaj, dan ushr(cukai)atas barang impor dari Negara yang mengenakan cukai terhadap kaum muslimin, sehingga tidak memberikan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat.[5]
Golongan yang berhak menerima Baitul Mal pada masa khalifah Umar bin Khatab telah diadakan system pensiun untuk semua penduduk negara yaitu:
1) Pengayoman bagi orang gelandangan
2) Pengsyomsn bsgi orsng lsnjut usia
3) Pengsyoman bagi anak yatim
4) Pengayoman bagi orang lumpuh
5) Penayoman bagi orang sakit
6) Pengayoman bagi orang buta
7) Pengayoman terhadap anak anak yang terlantar
8) Pengayoman bagi kaum tawanan
9) Pengayoman untuk tunjangan keluarga
10) Pengayoman untuk pemberian pertolongan[6]
Pengeluaran yang di keluarkan oleh Baitul Mal pada masa para sahabat(khulafaul rasyidin) adalah sebagai berikut:
1) Untuk kora kota suci(Makkah&madinah) 315,461,5 dinar
2) Untuk daerah perbatasan 491,465 dinar
3) Gaji para qadi dalam kerajaan 59,599 dinar
4) Gaji para petugas Polisi & kehakiman dalam kerajaan 34,439 dinar
5) Gaji para petugas 79,402 dinar[7]
[1] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT Salemba Empat, 2002, hal.180.
[2] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Ibid, hal. 181-184
[3] Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer, Jakarta:Gema Insani Press, 2001, hal. 25
[4] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, Cet.1, hal.167.
[5] Nurul Huda et al., Ekonomi Islam: Pendekatan Makro Teoritis, Jakarta: Kencana, 2008, cet.1, hal.155.
[6] Ibrahim Lubis, .Ekonomi Islam suatu Pengantar 2, PT Kalam Mulia, 1995, cet.1
[7] M.A.Manna, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, 1993, hal.235