Kebijakan fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. kebijakan fiskal meliputi kebijakan pemerintah dalam hal penerimaan, pengeluaran dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu aktivitas ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi.
A. Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam
1. Pengertian Dan Peranan Kebijakan Fiskal dalam Islam
Kebijakan fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. kebijakan fiskal meliputi kebijakan pemerintah dalam hal penerimaan, pengeluaran dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu aktivitas ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi.
Pada system ekonomi islam, hak pemilik swasta diakui, pemerintah bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga negaranya. Hal ini merupan komitmen yang bukan hanya untuk mencapai keberlangsungan (pembagian) ekonomi untuk masyarakat yang paling besar jumlahnya, tetapi juga membantu meningkatkan spiritual yang menyebarkan pesan dan ajaran ialam seluas mungkin.
Beberapa hal penting ekonomi islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:
- Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi islam, pemerintahan muslim harus menjamin bahwa zakat dikumpulkan dari orang orang muslim yang memiliki harta yang lebih dari nilai minimum dan digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Qur’an
- Tingkat bunga tidak berperan dalam system ekonomi islam . perubahan ini secara alamiah tidak hanya terjadi pada kebijakan moneter, tetapi juga pada kebijakan fiskal.
- Ketika semua pinjaman dalam islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari dana bagi hasil.
- Ekonomi islam diupayakan untuk membantu atau mendukung ekonomi mayarakat muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan pesan ajaran islam
- Negara islam merupakan Negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang lebih luas dari dari pada konsep barat.
- Pada saat perang, islam berharap orang orang itu tidak hanya kehidupannya, tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama
- Hak perpajakan dalam Negara islam tidak terbatas, beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan perpajakan diluar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam situasi tertentu.[1]
2. Tujuan Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam akan berbeda dengan penafsiran system ekonomi sekuler. Namun mereka memiliki kesamaan, yaitu sama sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktifitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan hidup manusia.
Pada system ekonomi sekuler, kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini.
Dalam islam, konsep kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan di dunia dan diakhirat dan peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler adalah bebas nilai, dalam system ekonomi islam, nilai moral secara efisien adalah pusatnya.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk:
1) Pengalokasian sumber daya secara efisien
2) Pencapaian stabilitas ekonomi
3) Mendorong pertumbuhan ekonomi
4) Pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai
Sebagaimana ditunjukan oleh Faridi dan Salama (2 orang ekonomi muslim) bahwa tujuan ini akan tetap sah diterapkan dalam system ekonomi islam, walaupun penafsiran mereka akan berbeda.
Selanjutnya, kebijakan fiskal dalam ekonomi islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion whitin the country as well as in the world at large” bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi islam, tujuan tujuan tersebut akan menjadi subservient untuk tujuan menanggulangi kaum muslim dan islam sebagai suatu entitas politis dan agama dan dakwah menyebarluaskan ke seluruh penjuru dunia [2].
3. Alat Alat Kebijakan Fiskal
Dilihat dari sudut pandang yang sama sebagaimana dalam penggunaan konvensionalnya, alat alat ini terdiri atas 3 cabang:
1) Pemungutan pajak
2) Pengeluaran
3) Bermacam macam transfer dan subsidi[3]
4. Komponen Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan keuangan suatu Negara, oleh sebab itu didalam system kebijakan fiskal ini akan dibahas 3 komponen pokok dalam perspektif islam, yaitu: Penerimaan Negara, Pengeluaran Negara, Utang Negara dakam perspektif islam.
a. Penerimaan Negara
Sumber penerimaan Negara dalam islam dapat diperpleh melalui: zakat, ghanimah, fa’i, kharaj, dan jizyah
1) Zakat
Orang orang yang beriman dianjurkan untuk membayar sejumlah tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. Pembayaran zakat merupakan kewajiban agama dan merupakan salah satu dari lima rukun islam. Kewajiban itu berlaku bagi setiap muslim yang telah merdeka, dewasa, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu setahun penuh dalam memenuhi nisab. Zakat dikenakan atas harta kekayaan berupa: emas, perak, barang dagangan, binatang ternak tertentu, barang tambang, harta karun dan hasil panen.
Zakat mengandung pengertian seperti yang tertulis dalam surat At-Taubah :103, yaitu bahwa setiap muslim yang mempunyai harta benda yang telah mencapai nishabnya wajib memnersihkan harta bendanya kepada orang orang yang berhak menerimanya. Qs.At-Taubah :103
“ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu mensucikan dan membersihkan mereka dan berdoalah untuk mereka”(Q.S. al-Taubah: 103)[4]
2) Ghanimah (harta rampasan perang)
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima
Perintah persoalan ghanimah turun setelah perang badar, pada tahun kedua setelah hijrah ke madinah
3) Fa’i
Menurut ajaran islam, bagi orang yang tidak beriman dan mereka takluk maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan, yang disebut dengan fa’i. Fa’i merupakan sumber penerimaan dari Negara islam dan sumber pembiayaan Negara.
4) Kharaj
Kharaj atau yang biasa sering disebut dengan pajak tanah. dalam pelaksanaannya, kharaj dibedakan menjadi 2 , yaitu:
a) Secara proposional
Artinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian, misal: seperempat, seperlima dan sebagainya
b) Secara tetap
Artinya pajak tetap atas tanah, yang dikenakan setiap setahun sekali atau sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
5) Jizyah
Salah satu ciri khas masyarakat muslim adalah menjaga saudara muslim atau non muslim dari rasa aman. Negara islam akan menjamin keamanan pribadi dan hak milik mereka. Sebagai gantinya maka orang orang non muslim diwajibkan mengganti dengan pembayaran jizyah.
Meskipun jizyah merupakan hal wajib, namun dalam ajaran islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non muslim dewasa, laki laki yang mampu membayarnya. sedang bagi perempuan, anak anak, orang tua dan pendeta dikecualikan kedalam kelompok yang tidak wajib ikut bertempur. Orang orang miskin, pengangguran, pengemis tidak dikenakan pajak, jumlah jizyah yang harus dibayar sangat bervariasi, antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Jika seseorang memeluk agama islam, kewajiban membayar jizyah itu ikut gugur. hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.
Bagi Ibn Tamiyah, seluruh penerimaan selain gharimah dan zakat bisa masuk kategori Fa’i, dengan demikian fa’i mencakup barang atau harta yang berasal dari:
a) Jizyah yang dikenakan pada orang yahudi dan nasrani
b) Upeti yang dibayar oleh musuh
c) Hadiah yang dipersembahkan kepada kepala Negara
d) Bea cukai atau pajak tol yang dikenakan pada pedagang dari negeri musuh
e) Denda berupa uang
f) Kharaj
g) Harta benda tak bertuan
h) Harta benda yang tak memiliki ahli waris
i) Simpanan atau utang atau barang rampasan yang pemilik sebenarnya tidak diketahui lagi dan karena itu tidak bisa dikembalikan
j) Berbagai sumber pendapatan lain.[5]
b. Pengeluaran Negara
Keuangan publik diarahkan untuk mewujudkan tujuan Negara muslim Jadi, sebagian besar anggaran pemerintah akann digunakan pada aktivitas aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakakat muslim.
Ibn Tamiyah menyarankan agar Negara atau pemerintah islam harus dapat merealisasikan program: menghilangkan kemiskinan, regulasi pasar, kebijakan moneter, perencanaan ekonomi. Aktivitas ini dilakukan sehingga siklus ekonomi dapat berjalan baik, dan kesejateraan masyarakat tercapai. Kemiskinan dapat menjurus kepada kefakiran.
Kepentingan pertama diarahkan pada biaya pertahanan Negara dan menjaga perdamaian Negara. kemudian kepentingan kedua dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut Ibn Tamiyah , dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengeluaran untuk para gubernur, menteri, dan pejabat pemerintah lain tak dapat dielakan oleh pemerintahan manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan fa’i
2) Memelihara keadilan, Negara harus mengurus hakim atai qadi
3) Biaya pendidikan Negara, baik siswa maupun gurunya
4) Utilitas umum, infrasrtuktur dan gugus tugas ekonomi, harus ditanggung Negara [6]
Efesiensi dan efektivitas merupakan landasan pokok kebijakan pengeluaran pemerintah. Dalam ajaran islam dipadu oleh kaidah kaidah Syari’ah dan penentuan skala prioritas yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, kaidah tersebut adalah:
- Bahwa timbangan kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah maslahat.
- Menghindari “masyaqqoh” kesulitan dan madhorot harus didahulukan ketimbang melakukan pembenahan.
- Madhorot individu dapat dijadikan alasan demi menghindari madhorot dalam skala umum.
- Pengorbanan individu atau kerugian individu dapat dikorbankan demi menghindari pengorbanan dan kerugian dalam skala umum.
- Kaidah “Al giurmu bil gunmi” yaitu kaidah yang menyatakan bahwa “ yang mendapat manfaat harus siap menanggung kerugian”.
- Kaidah “Ma la yatimmmu Al wajibu illa bihi fakan bahwa “ sesuatu hal yang wajib ditegakkan, dan tanpa ditunjang pleh faktor penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka menegakan faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.
Kaidah tersebut dapat membatu pemerintah islam untuk dapat merealisasikan efektivitas dan evesiensi sehingga dapat memenuhi tujuan tujuan dari pembelanjaan pemerintah. Tujuan pembelanjaan pemerintahan dalam islam adalah:
1) Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak
2) Pengeluaran sebagai alat retribusi kekayaan
3) Pengeluaran yang mengarah pada semakin banyaknya permintaan efektif
4) Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi
5) Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi pasar
Kebijakan belanja umum pemerintah dalam system ekonomi syariah dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Belanja kebutuhan operasional yang rutin.
2) Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
3) Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakan berikut system pendanaannya
Menurut kaidah-kaidah sesuai syariah tersebut, pembelanjaan Negara harus didasarkan pada hal hal berikut:
1) Bahwa kebijakan belanja harus rutin sesuai dengan asaz maslahat umum, tidak boleh di kaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi memaslahatan pemerintah.
2) Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dengan biaya yang semurah murahnya.
3) Tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaan, walaupun dibolehkan berpihak pada kelompok miskin. Kaidah tersebut cukup dilandaskan pada nas-nas yang shahih.
4) Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja Negara hanya boleh pada hal-hal yang mubah, dan menjauhi yang haram.
5) Kaidah atau prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah, dimulai dari yang wajib, sunnah dan mubah, atau dhoruroh, hajiyyat dan kamaliyyat.[7]
Utang Negara
Utang Negara berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, kenyataan bahwa dalam islam semua pinjaman harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan bebas-bunga. Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau secara tidak langsung alam bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral.
Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan karena meggambarkan buruknya situasi harga pada umumnya. Dengan demikian, pinjaman ini dilakukan untuk menstabilkan harga.
Pinjaman dari Negara lain yang menggunakan system bebas bunga pada umumnya susah untuk didapatkan. Oleh karenanya, suatu Negara tertentu mungkin akan mendapatkan dari Negara lain yang sepaham. Akan tetapi, di dalam umat islam, hal tersebut merupakan tugas bagi Negara-negara kaya untuk membantu kepada Negara-negara muslim yang miskin.[8]
5. Mekanisme Kebijakan Fiskal
Tujuan dan fungsi yang paling penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali karakteristik fundamental system keuangan dan fiskal dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut:
1) Kekayaan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
2) Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
3) Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat digunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
4) Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari system perbankan
Jika suatu Negara mengalami defisit anggaran, maka solusi untuk mengatasinya antara lain:
1) Melakukan pinjaman / utang, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri
2) Mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang mendesak
3) Melakukan kebijakan pengeluaran uang ketat
4) Menaikan tingkat pajak[9]
Didalam islam, tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dipisahkan dari ideology dan keyakinan. Tujuan membawa sanksi, dan sejauh tujuan tujuan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka menjadi keharusan, bukan persoalan tawar menawar, politik, dan untung ungtungan.
Pendayagunaan sumber daya insan secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan system yang islami. Sebab , hal ini tidak hanya membantu pencapaian tujuan kelayakan ekonomi yang luas, melainkan juga menyadarkan manusia akan harga diri yang dituntut oleh status mereka sebagai khalifah Allah.
Konsep islam yang berkaitan dengan penciptaan keadilan social-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan adalah ditempuh dengan built in program melalui zakat, dan sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia. Dengan demikian, hal ini merupakan hal penting bahwa system keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter di rancang semuanya itu pada akhirnya saling kait mengait kedalam nilai nilai islam dan memberikan sumbangan secara positif untuk mengurangi ketidakadilan daripada sebaliknya.[10]
I. KESIMPULAN
Kebijakan fiskal atau secara tradisional dikenal dengan keuangan publik, merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan pembayaran dari sumber sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik dan pemerintahan. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi keuangan.
Dari zaman Rasulullah SAW hingga sekarang , komponen pokok yang digunakan meliputi 3 bagian, yaitu:
1) Penerimaan Negara
2) Pengeluaran Negara
3) Utang Negara
Tujuan kebijakan fiskal dalam islam hampir sama dengan kebijakan fiskal sekuler, hanya saja dalam islam ruang lingkup yang dikaji lebih tertuju pada kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat, sedangkan dalam kebijakan sekuler lebih terpusat kepada kehidupan duniawi saja.
Kebijakan fiskal yang dilakukan dalam islam pun tentunya digunakan untuk menjalankan roda sebuah Negara islam agar tidak terkena dampak dari defisit anggaran, bahkan pada zaman rasulullah dan khalifah, Negara islam yang kaya memberikan bantuan kepada Negara islam yang terkena dampak dari defisit. Karena sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya yang kaya harus menolong yang miskin”.
II. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun senantiasa kami tunggu guna perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin Yarabbal’alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. Nur Riyanto, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, PT Era Adi Citra Intermedia, 2011.
Huda,Nurul,Ekonomi Islam: Pendekatan Makro Teoritis, Jakarta: Kencana, 2008.
Kahf, Monzer, Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi), Jogjakarta: PT Pustaka Pelajar, 1995.
Karim, Adiwarman A, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer, Jakarta:Gema Insani Press, 2001.
Karim, Adiwarman A, Ekonomi Makro Islami, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Lubis, Ibrahim,. Ekonomi Islam suatu Pengantar 2, PT Kalam Mulia, 1995.
Manna, M.A, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, 1993.
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta:Salemba Empat, 2002.
Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam,Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
[1] Muhammad, Loc. Cit., hal.197.
[2] Muhammad , Ibid, hal.197-198
[3] Monzer Kahf, ,Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi), Jogjakarta:PT Pustaka Pelajar,1995, hal.142.
[4] Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang: CV. Al Waah, 2006. Hal. 273
[5] Muhammad, Loc.Cit., hal.198-201.
[6] Ibid,.hal. 202.
[7] Eko Suprayitno, Loc.Cit., hal. 168-170.
[8] Muhammad, Loc. Cit., hal.202.
[9] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, PT Era Adi Citra Intermedia, 2011, cet-1, hal.244-245
[10]Muhammad, Loc. Cit., hal. 198-201.