Pembunuhan mutilasi adalah kejahatan yang dilakukan dengan tujuan menghilangkan nyawa orang lain dengan menggunakan alat, diamana alat yang digunakan dapat menyebabkan kematian dan di ikuti mutilasi, yaitu aksi yang menebabkan terpisahnya satu atau beberapa bagian tubuh.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah adalah satu-satunya dzat yang memiliki hak atas kehidupan dankematian seseorang. Dialah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Tak seorangpun berhak menghilangkan nyawa orang lain, kecuali berdasarkan hak yang Allah tetapkan. Namun sayang sekali masih banyak orang yang tidak faham akan masalah tersebut. Sehingga begitu mudahnya bagi sebagian dar mereka menghilangkan nyawa orang lain.
Islam memandang tindakan pembunuhan sebagai perbuatan yang pantas mendapatkan hukuman yang stimpal. Sebab, akibat lebih jauh dari perbuatan tersebut tidak hanya merugikan si korban (Al-Majna’alaih) tapi juga terhadap masyarakat (Al-Mujtama’). Bahkan Allah menyatakan bahwa membunuh seseorang sama saja dengan membunuh semua manusia. Islam menghormati hak-hak manusia secara mutlak berdasarkan peninjauan dari sisi manusiawi seperti hak hidup, karena hal ini adalah hak yang suci, tidak dibenarkan secara hukum dilanggar kemuliaannya.
Peristiwa pembunuhan maupun penganiayaan terus mengalami perkembangan yang di iringi dengan gaya dan model yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang sangat tercanggih. Terkadang pembunuhan itu dilakukan dengan cara yan keji seperti disiksa lebih dahulu, dibakar dan bahkan mutilasi, yaitu dengan memotong-motong tubuh korban.
Menurut hukum Islam, dari pembunuhan secara mutilasi tersebut telah terjadi suatu gabungan melakukan tindak pidanan, yaitu satu orang telah melakukan beberapa peristiwa pidaa yang masing-masing dari perbuatanya itu belum mendapatkan putusan akhir. Adanya gabungan peristiwa pidanaini menimbulkan adanya gabungan pemidanaan. Jadi gabungan ppemidanaan ada karena adanya gabungan melakukan tindak pidana dimana masing-masinig belum mendapatkan putusan akhir.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sanksi tindak pidana pembunuhan secara mutilasi dalam hukum Pidana Islam?
2. Bagamaina kriteria pembunuhan secara mutilasi dalam Hukum Pidana Islam?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan Mutilasi
Di dalam buku Hukum Pidana Islam, pada bab Tindak Pidana Atas Jiwa (Pembunuhan), dikatakan bahwa pembunuhan dengan ancaman hukuman mati dikenal dalam semua agama dan kitab sucinya, baik Injil, Taurat maupun Al-qur’an.
Sebagai salah satu kasus yang seharusnya menjadi bagan dari delik pembunuhan yaitu kasus pembunuhan mutilasi. Akan tetapi dalamkondisi hukum pidana di Indonesia, hal itu tidak menjadi suatu bagian yang secara khusus mengaturnya atau dengan kata lain adanya pasal yang secara khusus mengaturnya.
Pembunuhan mutilasi adalah kejahatan yang dilakukan dengan tujuan menghilangkan nyawa orang lain dengan menggunakan alat, diamana alat yang digunakan dapat menyebabkan kematian dan di ikuti mutilasi, yaitu aksi yang menebabkan terpisahnya satu atau beberapa bagian tubuh.
Di dalam Islam hal ini termasuk hal yang dilarang, sebagaiman firman Allah:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.[1]
Mengenai tindak pidana mutilasi, dalam rumusan KUHP hanya ada pasal yang sedikit menyentuh permasalahan ini yaitu pasal 340 KUHP “Barang siapa dengan sengaja dan di rencanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan yang di rencanakan denganukuman mati, atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lama 20 tahun.”
Pembunuhan mutilasi merupakan perbuatan jarimah yang tidak murni satu jenis, karena ada niat untuk melakukan satu macam jarimah, namun yang terjadi justru beberapa jarimah dilakukannya, sehingga dari perbuatan yang dilakukan tersebut menimbulkan gabungan pemidanaan.
B. Unsur dan Rukun Pembunuhan Secara Mutilasi Dalam Hukum Pidana Islam
Pembunuhan secara mutilasi ini termasuk dalam Pembunuhan dengan disengaja ( qathlul amdi ), yaitu pembunuhan yang yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya dilindungi, dengan memakai alat yang pada kebiasaan alat tersebut dapat membuat orang mati. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi jiwanya, dianggap sebagai suatu jarimah dan juga dosa besar ( akbarul kaba’ir). Hukuman jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur adalah dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:
1. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup, maksudnya ketika seseorang membunuh, si terbunuh dalam keadaan hidup. Kerelaan orang yang dibunuh, misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh dan menyebabkan keputusasaan ( mercy killing atau euthanasia ), tidak mengurangi hukuman bagi si pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh bukan termasuk kebolehan untuk melakukan pembunuhan, dan bukan hal yang dibenarkan oleh syara’ . Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan sanksi dari perbuatan ini adalah qishash.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh......” (Q.S. Al-Baqoroh: 178)
2. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan si pembunuh. Misalkan dengan menggunakan alat-alat yang lazim digunakan untuk membunuh.
3. Adanya niat, karena apabila tidak ada niat, pastinya pelaku tidak akan menyiapkan dan menggunakan alat yang lazim digunakan untuk membunuh.
Dan syarat-syarat pembunuhan dikategorikan sengaja adalah:
a. Pembunuh adalah orang yang berakal, baligh, dan sengaja membunuh.
b. Si terbunuh hendaklah manusia yang darahnya dilindungi.
c. Alat yang digunakan membunuh adalah alat yang pada kebiasaannya dapat mematikan.[2]
C. Sanksi Pembunuhan Mutilasi dalam Hukum Islam
Kejahatan terhadap jiwa seseorang maka hukuman yang setimpal adalah pembalasan terhadap jiwa pembunuh. Namun timbul masalah, apakah pelaku pembunuhan mutilasi hukumannya juga harus di mutilasi, karena perbuatan pidana pembunuhan yang diancam dengan hukuman qishas adalah membunuhan sengaja, diamana pelaku pembunuhan itu memang berniat untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Jika dilihat dari cara melakukan pembunuhannya, pembunuhan secara mutilasi dilakukan seara sengaja, maka seorang pelaku pembunuhan dapat dikenai sanksi. Dalam Islam sanksi seorang pelaku pembunuhan berupa:
1. Qishas, pihak keluaraga dapat melakukan hukuman pembalasan yang setimpal dengan apa yang dialami korban biasa disebut hutang nyawa dibayar nyawa. Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah
“Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya [Ahli waris], hendaklah yang mema’afkan mengikuti dengan cara yang baik dan yang diberi ma’af membayar diyat kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat…” (QS Al Baqarah :178).
Dalam ayat ini dijelaskan betapa besarnya hukuman bagi pembunuhan, bahkan maaf dari keluarga pun masih akan dikenai denda.
2. Diyat, yang dimaksud dengan diyat yaitu denda pengganti jiwa yang dengan denda ini maka tidak diberlakukan hukum bunuh. Diyat terbagi atas dua macam yaitu denda berat dan denda ringan.
a. Denda berat, yaitu 100 ekor unta atau 200 ekor sapi atau juga bisa 1000 ekor kambing. Diwajibkan membayar denda berat karena sebagai ganti hukum bunuh yang dimaafkan dan pembunuhan tersebut benar-benar disebgaja dan wajib dibayar tunai sesuai dengan sabda Rosulullah.
“Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, Ia diserahkan kepada keluarga yang terbunuh, mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu tiga puluh unta betina umur tiga puluh empat tahun, tiga puluh unta betina umur empat puluh lima tahun,empat puluh unta betina yang sudah bunting.(HR. Tirmidzi).[3]
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Penjelasan tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan:
1. Unsur dari tidak pidana pembunhan secara mutilasi menurut hukum pidana Islam adalah:
a. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup
b. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan si pembunuh.
c. Adanya niat
2. Sanksi dari tindak pidana pembunhan secara mutilasi menurut hukum pidana Islam adalah :
a. Qishas, yaitu hukuman pembalasan yang setimpal dengan apa yang dialami korban.
b. Diyat, yang dimaksud dengan diyat yaitu denda pengganti jiwa yang dengan denda ini maka tidak diberlakukan hukum bunuh.
B. Penutup
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membcanya. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin, Hukum Pidana Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2007)
Sabiq,Sayyid, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah, Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara, 2006), Jilid III
[1] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya
[2] Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah, Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara, 2006), Jilid III, hlm. 411.
[3] Zainuddin, Hukum Pidana Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2007) hlm. 35.