Skip to main content

Pandangan Tentang Khilafah Menurut Rasyid Ridha

Sistem politik Islam menurut Rasyid Ridha adalah tauhid,risalah, dan khalifah. Prinsip tauhid akan menolak konsep kadaulatan hukum dari manusia, baik secara individual maupun lainnya. Menurut Ridha satu-satunya yang berdaulat hanyalah Allah semata-mata. Risalah merupakan perantara manusia dengan Tuhannya melalui Rasul dan Al-Quran yang menjadi sumber hukum yang abadi. Oleh karena itu, risalah harus menjadi dasar politik Islam.[1]

Pandangan Tentang Khilafah Menurut Rasyid Ridha
Kata “kuasa” atau “kekhalifahan” akan secara otomatis melayangkan pemikiran kepada hak Ilahi, raja-raja, atau otoritas kepausan. Menurut Al-Quran, kelompok orang manapun, ia merupakan hak kolektif dari semua yang mengakui kedaulatan mutlak Tuhan dari atas diri mereka sendiri dan menganut ketentuan hukum Ilahi, yang disampaikan melalui Rasul sebagai sang pembuat hukum yang mengatasi semua hukum dan peraturan.

Rasyid Ridha dalam sebuah bukunya menjelaskan tentang pengertian kepemimpinan umat, yaitu khilafah,imamah,dan imarah al-mu’minin. Ketiga kata ini mempunyai arti yang sama, yaitu pemimpin pemerintahan Islam seluruh umat untuk menegakkan kemashlahatan urusan agama dan dunia.[2]

Untuk mendukung pendapatnya, Rasyid Ridha menggarisbawahi pendapat Al-Taftazani yang mengatakan bahwaa imamah adalah kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia diwarisi dari Nabi. Ia juga sependapat dengan Al-Mawardi yang mengatakan imamah ditegakkan sebagai pengganti Nabi SAW. Dalam memelihara urusan keagamaan dan keduniaan.

Lebih lanjut, Ridha juga mengedepankan pendapat dan argumentasi dari Al-As’ad tentang khilafah sebagai kewajiban syari’ah, yaitu ijma’ sahabat dalam pengukuhan Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti) Nabi Muhammad SAW. Sampai mereka mendahulukannya dari penguburan Nabi SAW. Karena dengan adanya imam, pelaksanaan hukum syariat terjamin dan umat terhindar dari berbagai mudharat. Adanya kewajiban taat pada Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah memang menghendaki diangkatnya seorang imam.[3]

Dari pendapat yang dikemukakan Ridha tadi dapat diambil pengertian khilafah, yakni kepemimpinan menyeluruh dalam persoalan yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan duniawi sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW. 

Dalam Islam kekuasaan berada di tangan umat, sedangkan kepala negara adalah imam (khalifah yang melaksanakan undang-undang). Kekuasaan (kedaulatan) ada ditangan umat Islam dan diselenggarakan oleh ahl al-hall wa al-‘aqd, yang mempunyai wewenang untuk mengangkat para khalifah dan para imam, juga berwewenang untuk memecatnya jika persyaratannya sudah terpenuhi dami kepentingan umat.[4]

Ahl al-hall wa al-‘aqd diartikan dengan orang-orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat. Istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqh untuk sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka.[5] Menurut Rasyid Ridha, di samping punya hak pilih dan mengangkat khalifah Ahl al-Halli wa al-‘Aqd berhak juga menjatuhkan khalifah jika terdapat hal-hal yang mengharuskan pemecatannya, dan tanggung jawab Ahl al-Halli wa al-‘Aqd bukan hanya sampai disitu saja, dia harus mengawasi tindak tanduk khalifah dalam menjalankan tugasnya.

Keberadaan khalifah bagi Ridha adalah wajib syar’i dan sistem khilafah baginya mempunyai sifat internasional (kekuasaan politik yang mendunia). Artinya, di dunia Islam hanya boleh ada satu khilafah dan seorang khalifah. Tidak dibenarkan ada dua khalifah yang berkuasa. Ia beralasan kepada sabda Nabi SAW, “Apabila satu negara mempunyai dua khalifah, maka bunuhlah salah satu dari keduanya.” (HR.Muslim).[6]

Dari hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bila ada khalifah lebih dari satu, maka bertentangan dengan tujuan pembentukan khilafah untuk mempersatukan umat Islam sedunia di bawah satu kekuasaan politik. Dengan satu konsep satu khilafah dan kesatuan umat, Ridha menolak negara kesatuan berdasarkan kebangsaan (nasionalisme) menurut konsep Barat dengan mengesampingkan fanatisme, sebab dalam Islam rasa kebangsaan bisa tumbuh di atas dasar keagamaan.

Rasyid Ridha telah berusaha keras dalam merumuskan ide-idenya bahwa Islam merupakan suatu konsep yang utuh dan lengkap dalam segala sesuatunya. Dalam akhir pembahasannya Ridha menjelaskan bahwa tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa teori klasik tentang kekhalifahan tetap menetapkan tolok ukur bagi penyelenggaraan kekhalifahan secara benar.

Rasyid Ridha yang pada awalnya memang bukan pemikir politik, pemikiran politik berawal dari reaksi terhadap persoalan-persoalan umat Islam yang mengalami kemunduran total dalam segala aspek kehidupan pada waktu itu. Ada dua masalah yang besar yang dihadapi umat pada waktu itu dan sekaligus menjadi faktor yang mempengaruhi pemikiran Rasyid Ridha sendiri, yakni:

  1. Faktor internal, yang berkaitan dengan kemunduran umat Islam dalam segala aspek kehidupan dan para penguasa yang zalim.
  2. Faktor eksternal, yaitu bangsa-bangsa Barat yang telah mengalami kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, sehingga umat islam terdesak dan menjadi bangsa yang terjajah oleh bangsa Barat.

Di antara faktor intern yang terjadi pada massanya adalah bahwa umat Islam telah dilanda segala macam khurafat dan bid’ah serta menyeleweng dari kebenaran ajaran agama Islam. Rasyid Ridha sendiri telah menjelaskan dalam bukunya Tarikh Ustadz al-Iman bahwa motifnya menerbitkan majalah ­al-Manar adalah ”Berpangkal pada kesadaran atas kelemehan umat Islam dan mencoba mengatasinya dengan jalan memperbaiki pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan pikiran-pikiran yang benar dalam rangka membasmi kebodohan dan pikiran yang merusak.[7]

Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa akibat penyelewngan ajaran agama Islam tersebut dapat merusak ideologi umat Islam dan juga perpecahan serta umat menjadi kacau balau. Dalam hal ini, Rasyid Ridha menganalisis bahwa ajaran yang murni itu yang akan membawa kemajuan umat Islam. Itulah sebabnya segala macam khurafat,bid’ah, dan ajaran-ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam harus di singkirkan.

Juga di antara sebab-sebab kemunduran umat Islam adalah fatalisme serta ajaran-ajaran terekat atau tasawuf yang menyeleweng. Semua itu membawa kemunduran atau kelatarbelakangan umat Islam, sehingga menjadi tidak dinamis. Dengan demikian, sikap aktif dan dinamis perlu di hidupkan den dilembagakan.

Selanjutnya, mengenai masalah mazhab yang terkadang dapat membawa kepada perpecahan akibat ajarannya, Ridha mengharapkan adanya persamaan dalam masalah fundamental atau pokok. Artinya, dalam masalah furu’iyah diberikan kebebasan bagi masing-masing untuk menggunakan akal pikirannya.

Faktor kedua yang mempengaruhi pemikirannya adalah akibat kemajuan pihak asing dalam segala hal yang membuat umat Islam terdesak dan menjadi bangsa yang bergantung pada bangsa-bangsa Barat. Kerajaan Usmani merupakan kerajaan yang cukup luas, meliputi sebagian Eropa, Timur Tengah dan sebagian Afrika, namun para penguasa tidak memperhatikan masa depan rakyatnya yang masih berpikiran tradisional. Akhirnya lama kelamaan Kerajaan Usmani mengalami kemunduran , khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan lebih terasa lagi setelah kalah perang pada abad ke-17.

Masa kemunduran yang berabad-abad lamanya mengakibatkan terjadinya pergeseran pangguung sejarah peradaban Islam. Orang-orang Turki yang bersedia menjiplak teknologi militer dunia Barat dalam membuat senjata-senjata baru tidak menunjukkan kemampuannya untuk memahami konsepsi politik Islam. Dengan perasaan percaya sepenuhnya pada diri sendiri, orang-orang Turki tidak merasa bahwa Eropa telah memasuki wilayah imperium Turki dan mencekiknya.[8]

Masuknya kekuasaan Perancis ke dalam pusat Islam untuk menetapkan sikapnya terhadap Barat yang jaya, mengadakan hubungan kebudayaan antara Timur yang tidur nyenyak dengan Barat yang datang bukan sebagai teman berunding tetapi sebagai penguasa dan penjajah, menimbulkan rasa harga diri yang diremehkan dan hal ini menjelma menjadi usaha untuk kebangkitan keagamaan, kebudayaan dan politik. Dengan melakukan usaha-usaha antikolonial, bangsa Arab muncul dalam sejarah Islam. Oleh karena itu,Rasyid Ridha menyatakan bahwa umat Islam jangan meniru pola Barat, bahkan ia mengharamkan untuk mengikutinya, sebab di dalam Islam semuanya sudah lengkap.

Rasyid Ridha berasal dari Suriah yang selalu dinamis dan bekerja keras, mengadakan suatu gerakan reformasi Arab. Ia mengulangi ide-ide Muhammad Abduh dalam menafsirkan agama atas sumber-sumbernya, yaitu Al-Quran dan Hadis Nabi. Menurut pendapat Rasyid Ridha kesatuan ideologi dan politik akan tidak berguna berhadapan dengan keserakahan Barat. Dalam perspektif ini Rasyid Ridha berpendirian untuk mendirikan khilafah yang baru yang dapat memainkan peranan yang aktif dalam urusan spiritual dan materiil masyarakat Islam. Walaupun ia seseorang yang berpegang keras pada hukum, ia tidak membatasi diri untuk kembali kepada peraturan-peraturan tradisional. Rasyid Ridha, seperti gurunya Muhammad Abduh, mengakui faedah gagasan Abduh dengan menerjunkan diri ke dalam kegiatan politik. 

Untuk melaksanakan proyek menghidupkan kembali lembaga khalifah, Ridha mengusulkan diselenggarakannya suatu muktamar Islam di Kairo, Mesir, yang dihadiri oleh wakil-wakil semua negara Islam dan umat Islam dengan menambahkan bahwa Mesir adalah satu-satunya negara yang layak menjadi penyelenggara pertemuan akbar Islam seperti itu. Namun ia tidak memberikan uraian lebih lanjut tentang alasannya.

Muktamar tersebut berlangsung pada 1926, tetapi berakhir dengan kegagalan. Karena banyak dan kuatnya pertentangan di antara para peserta muktamar, akhirnya tidak dapat tercapai kesepakatan. Peserta terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pertama, yang ingin mempertahankan kepemimpinan Sultan Abdul Mujid (Turki) yang sudah dilucuti oleh Mustafa Kemal dari segala kekuasaan dan menghendaki jabatan khalifah dikembalikan kepadanya; kelompok kedua, yang mendesak agar mengakui kekhalifahaan Syarif Husein, yang pada 1916 memberontak terhadap kekuasaan Turki dan menyatakan dirinya sebagai khalifah; sedangkan kelompok ketiga yang terdiri dari ulama-ulama Mesir berusaha keras agar muktamar memutuskan Raja Fuad sebagai khalifah.

Akhirnya muktamar tersebut gagal dan sistem politik Eropa yang di adopsi Mustafa Kemal yang tak dapat dibantah lagi banyak menimbulkan kejengkelan bagi pemikir Arab. Rasyid Ridha dalam majalah al-Manar mengklaim bahwa Turki dan daerah-daerah yang ditaklukannya menjadi beban bagi Islam dan kaum muslim lain.[9]


[1] Ahmad Amin,Islam dari Masa ke Masa, (Bandung:Remaja Rosda Karya),1991, h. 192. 
[2] Rasyid Ridha,Al-Khilafah aw al-Imamah al-‘Uzhma, (Mesir: al-Maktabah al-Manar,1314 H),h.10. 
[3] Ibid.,h.11. 
[4] Rasyid Ridha,Al-Wahy al-Muhammadiy,edisi indonesia, Wahyu Ilahi kepada Muhammad,terj.Josef CD, (Jakarta : Pustaka Jaya,1983),h.465. 
[5] Diya’ al-Din Rayis, Al-Nazhariyat al-Siyasah al-Islamiyah, (Mesir Maktabah al-Anju al-Misriyah),1960,h.167-168. 
[6] Muhammad Isma’il al-Kahlani,Subuk al-Salam,Juz II, (Bandung : Maktabah Dahlan t.tp.), 
[7] Rasyid Ridha, Tarikh al-Ustadz al-Imam al-Sayyid Muhammad ‘Abduh, (Al-Manar,1931 M/1350 H),h.1003. 
[8] Muhammad Abduh, Risalah al-Tajwid,ed., Abdul Razek (Paris,Mustafa,1925),h.136. 
[9] Rasyid Ridha,Majalah al-Manar,Jilid III, 1900,h.172.

Popular posts from this blog

Faktor Penyebab Perubahan Kurikulum

Faktor Penyebab Perubahan Kurikulum Faktor-faktor penyebab perubahan kurikulum itu antara lain adalah : 1. Adanya perkembangan dan perubahan bangsa yang satu dengan yang lain. Perubahan perhatian dan perluasan bentuk pembelajaran harus mendapat perhatian. Perubahan praktek pendidikan di suatu Negara harus mendapan perhatian serius, agar pendidikan di Negara kita tidak ketinggalan zaman. Tetapi tentu perubahan kurikulum harus disesuaikan denga kondisi setempat, kurikulum Negara lain tidak sepenuhnya diadopsi karena adanya perbedaan-perbedaan baik ideologi, agama, ekonomi, sosial, maupun budaya. 2. Berkembangnya industri dan produksi atau teknologi.  Pesatnya perubahan di bidang teknologi harus disikapi dengan cepat, karena kalau tidak demikian maka output dari lembaga pendidikan akan menjadi makhluk terasing yang akanhidup di dunianya. Kurikulum harus mampu menciptakan manusia-manusia yang siap pakai di segala bidang yang diminatinya, bahkan mampu menciptakan duni

Khasiat dan Kegunaan Batu Mata Harimau

Batu Mata Harimau menggabungkan getaran-getaran dari bumi dan getaran Matahari. Batu ini memberikan dukungan dalam menjalani suatu awal baru dalam kehidupan dan membantu dalam membangun kembali harmoni kehidupan kita. Batu Mata Harimau melindungi pememakainya, terutama selama perjalanan panjang. Batu ini juga mampu meningkatkan rasa aman dan kebanggaan dalam diri seseorang. Batu Mata Harimau adalah jenis batu mulia yang berasal dari Afrika Selatan , Rusia , Australia Barat dan juga banyak dijumpai di negara Jerman dan China. Nama Batu Mata Harimau sendiri diambil dari tekstur batu yang seolah-olah seperti mata harimau. Sehingga banyak yang menyebutkan jenis batu ini dengan Batu Mata Harimau . Batu ini sendiri memiliki kekuatan yang sangat tinggi , sehingga sangat sulit untuk pecah . Batu ini tergolong dalam keluarga batu Quartz . Mata Harimau adalah batu yang sangat baik untuk meningkatkan keyakinan diri, membantu dalam usaha mendapatkan kelimpahan dan kekayaan serta meningk

MAKALAH BIOGRAFI TOKOH-TOKOH HADITS

MAKALAH BIOGRAFI TOKOH-TOKOH HADITS PENDAHULUAN Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas di seluruh sentereo jagad raya ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari peran penting para aktor di belakangnya. Para aktor tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu hadits yang tentu hebat karena mereka memiliki potensi diri yang baik, baik dari segi intelektual, tetapi juga emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal ini, tentu tidak sembarang orang bisa melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan dalam melaksanakan tugas ini atau tentu banyak rintangan dan perjuangan, namun hal ini juga tidak menutup kemungkinan kita bisa menjadi seperti merka. Untuk itu, kita perlu mengetahui lebih jauh bagaimana aktor-aktor hebat tersebut. Dengan harapan kita bisa menjadikan mereka sebagai tauladan atau motivasi bagi kita untuk menjadi orang besar dan hebat.  B. Biografi Tokoh al-Kutub al-Tis’ah 1. Al-Bukhari (194 H – 256 H = 810 M - 870M) Nama lengkap I