Adanya hukum adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat, sedangkan agama adalah untuk mengontrol maasyarakat dan mengekangnya agar tidak menyimpang dari norma-norma etika yang yang ditentukannya.
a. Moral and legal (hukum dan moral)
Seringkali agama dipahami hanya menyangkut masalah spiritual, sehingga muncul anggapan bahwa agama dan hukum tidak sejalan. Adanya hukum adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat, sedangkan agama adalah untuk mengontrol maasyarakat dan mengekangnya agar tidak menyimpang dari norma-norma etika yang yang ditentukannya. Agama menekankan moralitas, perbedaan antara benar dan salah, baik dan buruk, sedangkan hukum duniawi menfokuskan diri pada kesejahteraan material dan kurang jelas hubungannya dengan moralitas.
Ruang lingkup hukum Islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia. Karena sumber, sifat dan tujuannya, hukum Islam secara ketat diikat oleh etika agama. Berdasarkan fungsi utama, hukum Islam mengklasifikasikan tindakan yang berkenaan dengan standar mutlak baik dan buruk yang tidak dapat ditentukan secara rasional, karena Tuhan sendirilah yang mengetahui apa yang benar-benar baik dan buruk. Dalam masyarakat Islam, hukum bukan hanya faktor utama, tetapi juga faktor pokok yang memberikannya bentuk. Masyarakat Islam secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum, sehingga tidak ada perubahan sosial yang mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam masyarakat. Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti yang dinyatakan oleh Islam. Syari’at Islam merupakan kode hukum dan sekaligus kode moral. Ia merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia yang berasal dari otoritas kehendak Allah, sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas.
Didalam al-Qur’an pada umumnya tidak ada perbedaan secara legal antara moral dan hukum. Al-Qur’an membicarakan hal-hal fundamental untuk membedakan yang hak dan yang batil, baik dan buruk, yang pantas dan yang tidak pantas. Ajaran al-Qur’an semata-mata menunjukkan standar tingkah laku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Contoh ayat tentang perzinaan:
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dalil dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”(QS.An-Nuur:2)
Islam melarang perzinahan seraya melukiskannya sebagai perbuatan yang amat tidak pantas serta seburuk-buruknya jalan dan pelakunya diancam dengan hukuman cambuk seratus kali di depan umum. Hukuman biasanya terkait dengan pelanggaran yang merugikan orang lain, tetapi di sini jelas terlihat bahwa Islam menganggap jahat terhadap perbuatan tidak jelas siapa korbannya. Islam juga melarang praktek membungakan uang (riba) dan secara eksplisit mengaitkan ketaatan untuk meninggalkannya dengan taruhan keimanan.