Ada Beberapa Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anggota ahlul halli wal aqdi.
Cara
Pemilihan atau Seleksi Imam Al-Mawardi mengemukakan pendapatnya tentang
pemerintahan terbentuk melalui dua kelompok. Pertama ahl al-ikhtiyar yaitu
mereka yang berwenang untuk memilih imam bagi umat. Dan kedua, ahl al-imamah
yaitu mereka yang berhak memangku jabatan kepala pemerintahan. Bagi ahl
al-ikhtiyar padanya harus memiliki tiga syarat:
a.
Memiliki sikap adil
b.
Memiliki ilmu pengetahuan yang memungkinkan mereka
mengetahui siapa yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi imam.
c.
Bijaksana dan idealis dalam menentukan pilihannya,
siapa yang lebih pantas dan terbilang jujur dalam memimpin umat Islam. Namun
siapa yang berhak menjadi anggota ahl al-ikhtiyar dan bagaimana cara rekrutmen
anggota tersebut tidak dijelaskan lebih jauh oleh Mawardi.
Ahl al-imamah sebagai orang yang
berhak menjadi pemimpin, menurut Mawardi harus memiliki tujuh syarat:
a. Sikap adil dengan
segala persyaratannya
b. Memiliki
ilmu pengetahuan yang memadai untuk berijtihad
c. Sehat
pendengaran, pengelihatan, dan lisannya
d. Utuh
anggota-anggota tubuhnya
e. Memiliki
wawasan yang baik untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan
umum
f. Keberanian
yang memadai untuk melindungi rakyat dan menghadapi musuh
g. Keturunan
Quraisy.
Dalam mengangkat kepala pemerintahan terdapat dua
cara. Pertama, cara pemilihan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang duduk
dalam ahl al-halli wa al-‘aqdi atau ahl al-ikhtiyar yakni para ulama
cendikiawan dan pemuka masyarakat. Kedua, dengan cara penunjukkan atau wasiat
oleh kepala pemerintahan yang sedang berkuasa. Kalau pengangkatan melalui
pemilihan, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama tentang jumlah peserta
dalam pemilihan itu.
Metode untuk mengankat khalifah adalah baiat. Adapun
tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat khalifah adalah sebagai
berikut:
a. Mahkamah
Mazhalim mengumumkan kekosongan jabatan khalifah.
b. Amir
sementara melaksanakan tugasnya dan mengumumkan dibukanya pintu pencalonan
seketika itu.
c. Penerimaan
pencalonan para calon yang memenuhi syara-syarat in’iqad dan penolakan
pencalonan mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat in’iqad ditetapkan oleh
Mahkamah Mazhalim.
d. Para calon
yang pencalonan nya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh
anggota Majelis Umah yang Muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama dipilih
enam yang Muslim dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua
orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak.
e. Nama kedua
calon tersebut diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memilih satu dari kedua
nya.
f. Hasil
pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapatkan
suara terbanyak.
g. Kaum Muslim
langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi
kaum Muslim untuk melaksanakan Kitabullah dan Sunah Rasulnya.
h. Setelah
proses baiat selesai, khalifah kaum Muslim diumumkan keseluruh penjuru sehingga
sampai kepada umat seluruhnya. Pengumuman itu disertai penyebutan nama khalifah
dan bahwa ia memenuhi sifat-sifat yang menjadikannya berhak untuk menjabat
khilafah.
i.
Setelah proses pengangkatan khalifah yang baru
selesai, masa sementara amir berakhir.
Menurut Mawardi, mengapa pengangkatan imam atau
khalifah dapat dilakukan dengan penunjukan atau wasiat oleh imam yang
sebelumnya, dasarnya yang pertama adalah karena Umar bin Khattab menjadi
khalifah melalui penunjukkan oleh pendahulunya, yaitu Abu Bakar. Demikian pula
halnya Usman. Enam anggota “dewan formatur” yang memilihnya sebagai khalifah
adalah ditunjuk oleh pendahulunya, Umar bin Khattab. Dalam hal pengangkatan
imam melalui penunjukkan atau wasiat oleh imam yang berkuasa, al-Mawardi
menyatakan bahwa sebelum menunjuk calon penggantinya, seorang imam harus
berusaha agar yang ditunjuknya itu benar-benar berhak untuk mendapatkan
kepercayaan dan kehormatan yang tinggi dan orang yang betul-betul paling
memenuhi syarat.
Kalau yang ditunjuk sebagai calon pengganti itu bukan
anak atau ayah sendiri, maka terdapat perbedaan pendapat, yaitu apakah imam
boleh melaksanakan bai’at sendiri atau tidak. Sekelompok ulama berpendapat
tidak boleh tidak dibenarkan imam seorang diri melaksanakan bai’at anak atau
ayahnya sendiri. Dia harus bermusyawarah dengan ahl al-ikhtiyar dan mengikuti
nasehat mereka. Kelompok ulama kedua mengemukakan bahwa imam seorang diri
berhak melaksanakan bai’at kepada anak atau ayahnya sendiri sebagai putra
mahkota. Bukankah dia waktu itu pemimpin umat. Sedangkan kelompok yang ketiga
berpendapat bahwa kalau yang ditunjuk sebagai putra mahkota itu ayahnya, imam
dapat melaksanakan bai’at seorang diri. Tetapi tidak demikian halnya kalau yang
ditunjuk sebagai putra mahkota itu anaknya.
Dari uraian tentang beberapa cara pengangkatan imam,
baik yang melalui pemilihan maupun penunjukkan, al-Mawardi hanya mengemukakan
berbagai pendapat tanpa memberikan preferensi atau pilihannya. Sikap
kehati-hatiannya tersebut didasarkan pada fakta sejarah yang menunjukkan tidak
ditemukannya suatu sistem yang baku tentang pengangkatan kepala negara yang
dapat dikatakan pasti bahwa itulah sistem Islami.