Salah satu persoalan penting dalam
literatur hadits adalah pengodifikiasian teks-teks hadits jauh lebih belakangan
dari pada peristiwa yang diriwayatkan. Kenyataan ini membawa kepada kesenjangan
antara literature hadits dengan peristiwa yang disampaikan.[1]
Latar belakang munculnya kritik
sanad hadits adalah ketika Kitab-kitab hadits yang disusun telah mengalami
pemalsuan. Sementara sanad memiliki kedudukan yang amat penting bagi hadits
sehingga untuk meneliti suatu hadits
peran sanad menjadi sentral, mengingat terkait dengan manusia sebagai
sandaran periwayatan tetapi maslah lain timbul, persoalan apakah suatu hadits
dari dan betul-betul disabdakan oleh Nabi Saw.
Lebih jauh sikap meragukan atau
melakukan kritik sanad hadits adalah untuk menyelamatkan hadits Nabi
ditengah-tengah berkecamuknya pembuatan hadits palsu. Sementara dengan
munculnya perpecahan atau sekte-sekte dikalangan umat Islam, justru memberikan
peluang terjadinya pemalsuan hadits, yang pada masa mutakhir ini dapat dicegah
dan tidak dibesar-besarkan. Disamping menjamin hadits palsu ini, juga perlu
bagi sanad hadits menghindari periwayatan hadits daripara periwayat yang lemah.
Karena itu, langkah yang ditempuh oleh ulama hadits adalah menyusun berbagai kaidah-kaidah penelitianhadits.
Para
kritikus hadits dalam melakukan verivikasi penyandaran hadits kepada Nabi,
tidak hanya meneliti sanad tetapi juga matan. Hal ini berdasarkan bahwa
terdapat sejumlah matan yang tidak dapat disandarkan kepada Nabi, meskipun
sanadnya tampak tsiqah. Dengan kata
lain, sanad yang tsiqah tidak harus berarti matnnya juga terpercaya. Disamping
keterpercayaan isnad, ketsiqahan matan juga harus dibuktikkan untuk keontetikan
sebuah hadits.
Membicarakan
matan hadits harus bertolak dari sejarah. Pada zaman Nabi, seluruh hadits
ditulis oleh para shahabat. Hadits Nabi yang disampaikan oleh shahabat kepada
periwayat lain berlangsung secara lisan. Hadits Nabi yang diriwayatkan secara
lafal oleh shahabat sebagai saksi pertama hanyalah hadits yang dalam bentuk
sabda. Sedang hadits yang tidak dalam bentuk sabda, hanya dimungkinkan dapat
diriwayatkan secara makna.
Hadits
yang dalam bentuk sabda sangat sulit diriwayatkan secara lafal disebabkan
karena tidak mungkin seluruh sabda itu
dihafal secara harfiah dan juga karena kemampuan hafalan itu dan tingkat
kecerdasan shahabat Nabi tidak sama. Sehingga diperlukan kririk matan,
kesalahan yang dibuat oleh seorang perawi dapat dikontrol dan penilaian seorang
kritikus terhadap sebuah hadist dapat diverifikasi.
[1]Dr. Phil. H.
Kamaruddin Amin M. A., Menguji Kembali Keakuratan
Metode Kritik Hadis, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2009. hlm. 7
ARTIKEL
Apa tujuan Penelitian Hadits?
Bagaimana Latar Belakang Penelitian Sanad dan Matan Hadits?
Bagaimana Latar Belakang Penelitian Sanad dan Matan Hadits?
Bagaimana Kaidah-Kaidah Penelitian Hadits?
Apa Ilmu-Ilmu Bantu yang Digunakan dalam Penelitian Hadits?
Apa Ilmu-Ilmu Bantu yang Digunakan dalam Penelitian Hadits?